Diskusi Publik Daring: Strategi Pembumian Pancasila Dalam Tata Kelola Negara, Perumusan, Dan Pelaksanaan Kebijakan
Webinar Kamis, 13
Juli 2023 oleh AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia).
Berikut beberapa catatan bebas dari saya yang ikut sebagai pendengar:
Pengantar oleh Daniel Mudiyarso:
· Komisi kebudayaan mengangkat isu KEADILAN. Adil
untuk kesejahteraan dan juga akses sumber daya alam juga.
· Kesejahteraan masyarakat masih jauh
Moderator - Thamrin Amal Tomagola:
· Perlu disadarkan kepada misalnya kalangan
eksekutif dan legislatif: BUMIKAN Pancasila, hadirkan dalam kehidupan
sehari-hari.
· Misalnya apakah kalangan minoritas telah
memiliki kebebasan “secara berbudaya”, secara beradab sebagaimana manusia
merdeka?
· Apakah masyarakat sudah bersatu dan dipersatukan
dalam NKRI?
· Bagaimana sila IV? Belum. Yang berkuasa “sabda sang ketua umum”.
· Sila V = lahan-lahan subur masih dirampas penguasa
dan swasta besar.
Frans Magnis Suseno:
Ada
4 point:
1. Menghadapi
2045, jika kita gagal membumikan Pancasila, ga tahu akan bagaimana Indonesia
2. Pancasila = nilai-nilai dan etika yang mendasari
perpolitikan di Indonesia. Tolok ukur nya politik ya Pancasila
3. Pancasila membumi maknanya = jika dalam
kelakukan sehari-hari masyarakat, sikap-sikap, menjadi nyata. Tercermin juga di
politik
4. Masyarakat ga
akan ber Pancasila jika masyarakat percaya bahwa politik yang berjalan etis,
yakni yang ber Pancasila
· Untuk Sila I = nir kekerasan berdasar agama
· Untuk sila II = nir kekerasan hanya bisa jika negara terlibat penuh
· Bagaimana mungkin kita bisa mencintai negara yang dipimpin oleh para koruptor
· Negara harus menjamin kebebasan masyarakat untuk menentukan wakilnya.
· Kenapa di Indonesia tidak ada “partai kiri”? Jadi, warga ga punya pilihan.
· Sila V = masyarakat harus dapat merasakan bahwa Indonesia tidak hanya milik mereka “yang di atas”, namun milik semua.
·
(materi Prof lebih pada “mestinya”, “harus
nya”, dst. Normatif. Namun, tidak memberikan langkah-langkah untuk mencapainya
secara taktis)
Yudi Latif:
· Cara yang paling gampang ya perpolitikan. Sila
IV utamanya, diapit Sila III dan V. Sedangkan Sila I dan II = funadamental
etik.
· Negara harus bisa mengatasi faham perseorangan
· Negara persatuan dan negara keadilan di bawah
“negara hukum”. Semua dicapai dengan prinsip-prinsip hukum.
· Demokrasi manapun terbiasa menangani masyarakat
heterogen, namun yang minoritas pasti dipaksa mengikuti yang dominan (culture
nya dll …), baik di AS maupun Eropa, dll
· Isu kulturalisme tidak mudah, negara-negara maju
juga ga berhasil
· Bahkan otoritarianisme relatif berhasil
menangani masy majemuk, sebaliknya demokrasi selalu sulit menangan masy
majemuk.
· Kemajemukan + karaketr masyarakat pasca kolonial =
menjadikan Indonesia semakin rumit. Globalisasi juga menambah kerumitan.
·
Secara antropologis = kemajemukan Indonesia
berasal dari faktor genetis.
· Sebenarnya, KESAMAANNYA kita lebih banyak, namun
kita senang melihat PERBEDAAN antar kita. Parahnya, kategorisasi yang dibuat
masyarakat asal jadi, liar.
· Misalnya = Jawa dan Sunda sama 99%, tapi tetap
yang diperhatikan beda nya dimana.
· Lalu bagaimana menjalan kan demokrasi dalam kondisi begini? Caranya:
. Menemukan COMMON GROUND, yakni titik temu, titik tumpu, titik tuju yang sama. Politik harus mampu menemukan titik temu ini.
2.
Perbanyak silaturrahmi. Konektivitas.
3.
Secara insting,
dalam bergaul orang senang dengan “yang sama”. Syukur nya manusia adalah
makhluk pembelajar. Yang penting hati dan fikiran terkoneksi, ga penting
infsrastruktur nya. Contohnya saat Sumpah Pemuda. Saat itu kondisi padahal
tidak memadai.
4.
Agar tak terjebak “keharusan-keharusan
normatif”,
5.
Konektivitas butuh literasi. Butuh ruang-ruang
perjumpaan, agar meraka yang berbeda bertemu. Misalnya melalui fasilitas
publik.
6.
Perbanyak jaring-jaring inklusifitas, di
perbankan, pelayanan publik, dll
7.
Agar konektivitas “mempertemukan” maka butuh
relasi yang setara, butuh common purpose,
8. Butuh culture
nationalism = orang merayakan peristiwa-peristiwa budaya bersama
(Pa Yudi Latif sudah mulai masuk ke strategi dan cara MEMBUMIKAN Pancasila)
Ibu Hendri Saparini:
· Demokrasi politik kita cukup sukses, namun
demokrasi ekonomi belum. Saat ini = kemiskinan + kesenjangan. Yang rentan
miskin pun masih banyak.
· Isu strategis Indonesia emas 2045 = kesenjangan
mengkonsumsi, akses ke aset produktif (lahan), pendidikan juga, dll.
· Simpanan di bank kelompok msikin makin sedikit
proporsinya.
· Pertumbuhan ekonomi kita kecil dan melambat
· Kita gagal membangun industri manufaktur
· Untuk penciptaan lapangan kerja, perhatikan SDM
kita yang ada
· UKM kita belum kompetitif, belum produktif.
· Maka untuk membumikan Pancasila:
1. Pasal 33 = luruskan lagi soal kepemilikan, harus dikembalikan ke negara. Agar negara mampu menangani perosalan-persoalan di atas. Tugas negara sangat besar.
2. Institusi ekonomi kita = kita bukan negara yang tertutup
Prof Nitisastro: apa yang penting untuk pembangunan ekonomi? Teknokrat harus mampu mendaratkan / mengoperasikan berbagai gagasan-gagasan.
Prof Emil Salim:
· Pendidikan kita rendah.
· Inti pembangunan adalah bukan SDA, tapi
bagaimana manusia-manusia nya mampu menggunakan SDA dan memanfaatkannya.
Intinya human resources. Kita ketinggalan.
· Teknologi yang berkembang saat ini baru, dan
kita banyak yang buta digital.
· Pembangunan = pada hakekatnya adalah pembangunan
manusia. Manusia sebagai pelaksananya, dan yang memanfaat pembangunan tersebut.
Prof Thamrin AT:
· Bagaimana menjadikan ide-ide ini masuk ke
regulasi?
· Sesuai Prof Magins = masukkan dalam regulasi, jalankan
dalam program
· Intelektual harus memiliki kemampuan loby
politik
Daniel Murdiyarso:
· AIPI perlu memberikan pencerahan kepada elit
· Maka, AIPI perlu memperkuat kemampuan
komunikasi, lobby dll
Amin Abdullah:
· Belum ada koneksi sila-sila Pancasila dengan
regulasi. Meski ada di regulasi beberapa nilai sila, namun Pemda misalnya belum
menjalankan sesuai nilai tersebut, misalnya nilai kebebasan. Perda-Perda ga
taat.
· Ekonomi Pancasila dari para ahli selama ini
(Bung Hatta dll) baru pada rumusan-rumusan yang belum operasional.
Hendri Saparini:
· Yang bisa dilakukan untuk membumikan Ekonomi
Pancasila = mengikutsertakan banyak pelaku ekonomi, misalnya BUMN jadi hub. CSR
jangan berupa charity. Namun yang lebih produktif.
· Korupsi yang terjadi saat ini lebih parah karena
MEMBELOKKAN kebijakan
· SDM kita belum cukup mampu mengelola SDA yang
kita punya. Soal kemampuan dan kepemilikan.
Yudi Latif:
· Menurun ide-ide ini ke regulasi tidak mudah.
· Mengapa yang koruptor berpendidikan tinggi. Ya,
karena mereka lah yang akses dan memiliki otoritas tinggi / kuat.
·
Sebelum dibumikan, perlu dilakukan pemetaan
dulu.
Prof Indra Almanar:
· Sistem pendidikan kita perlu perubahan mendasar
dalam segala aspeknya, utamanya kurikulum.
Komen peserta:
· Untuk membumikan nilai-nilai Pancasila,
pertanyaannya apakah sudah ada kesamaan persepsi atau tafsir dari setiap sila?
Jika belum ada, bagaimana mau membumikan nilai-nilai Pancasila?
· Mahkamah Konstitusi perlu diberi wewenang baru
untuk menguji kesesuaian UUD dengan Pancasila. Sebab blm semua sila dipahami
secara tepat.
· Bagaimana mencari titik temu pembumian Pancasila
bagi generasi milenial dan Gen Z, krn mrk cenderung individudaisrtis
· Kalau "membumikan" Pancasila artinya
Pancasila seolah-olah ada di awan-awan atau jatuh dari langit. Padahal
Pancasila itu "volkgeist" atau jiwa bangsa. Pancasila juga
kepribadian bangsa. Pancasila itu harus terartikulasi dalam keseharian. Tapi
masalahnya policy makers mendalangi pelanggaran Pancasila dengan "state
capture corruption" alian korupsi via kebijakan, Jadi bagaimana strategi
praxis yang perlu ditempuh bangsa ini?
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar