Jumat, 25 Agustus 2023

Diskusi Strategi Pembumian Pancasila

 

Diskusi Publik Daring: Strategi Pembumian Pancasila Dalam Tata Kelola Negara, Perumusan, Dan Pelaksanaan Kebijakan



Link lengkap disini: https://aipi.or.id/frontend/news/read/574c766d78736b2b795831546d7777496a4a68614657304747554549747865456d6362726b2f4d47567058434842585156415672746542422f514e367a32376e7264456139766f4d546a575a5a3642385644594943773d3d

Webinar Kamis, 13 Juli 2023 oleh AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia).

Berikut beberapa catatan bebas dari saya yang ikut sebagai pendengar:

Pengantar oleh Daniel Mudiyarso:

·       Komisi kebudayaan mengangkat isu KEADILAN. Adil untuk kesejahteraan dan juga akses sumber daya alam juga.

·        Kesejahteraan masyarakat masih jauh

Moderator - Thamrin Amal Tomagola:

·       Perlu disadarkan kepada misalnya kalangan eksekutif dan legislatif: BUMIKAN Pancasila, hadirkan dalam kehidupan sehari-hari.

·       Misalnya apakah kalangan minoritas telah memiliki kebebasan “secara berbudaya”, secara beradab sebagaimana manusia merdeka?

·       Apakah masyarakat sudah bersatu dan dipersatukan dalam NKRI?

·       Bagaimana sila IV?  Belum. Yang berkuasa “sabda sang ketua umum”.

·       Sila V = lahan-lahan subur masih dirampas penguasa dan swasta besar.

Frans Magnis Suseno:

Ada 4 point:

1.      Menghadapi 2045, jika kita gagal membumikan Pancasila, ga tahu akan bagaimana Indonesia

2.     Pancasila = nilai-nilai dan etika yang mendasari perpolitikan di Indonesia. Tolok ukur nya politik ya Pancasila

3.     Pancasila membumi maknanya = jika dalam kelakukan sehari-hari masyarakat, sikap-sikap, menjadi nyata. Tercermin juga di politik

4.      Masyarakat ga akan ber Pancasila jika masyarakat percaya bahwa politik yang berjalan etis, yakni yang ber Pancasila

 ·         Untuk Sila I = nir kekerasan berdasar agama

·         Untuk sila II = nir kekerasan hanya bisa jika negara terlibat penuh

·         Bagaimana mungkin kita bisa mencintai negara yang dipimpin oleh para koruptor

·         Negara harus menjamin kebebasan masyarakat untuk menentukan wakilnya.

·         Kenapa di Indonesia tidak ada “partai kiri”? Jadi, warga ga punya pilihan.

·         Sila V = masyarakat harus dapat merasakan bahwa Indonesia tidak hanya milik mereka “yang di atas”, namun milik semua.

·         (materi Prof lebih pada “mestinya”, “harus nya”, dst. Normatif. Namun, tidak memberikan langkah-langkah untuk mencapainya secara taktis)

Yudi Latif:

·       Cara yang paling gampang ya perpolitikan. Sila IV utamanya, diapit Sila III dan V. Sedangkan Sila I dan II = funadamental etik.

·        Negara harus bisa mengatasi faham perseorangan

·        Negara persatuan dan negara keadilan di bawah “negara hukum”. Semua dicapai dengan prinsip-prinsip hukum.

·        Demokrasi manapun terbiasa menangani masyarakat heterogen, namun yang minoritas pasti dipaksa mengikuti yang dominan (culture nya dll …), baik di AS maupun Eropa, dll

·        Isu kulturalisme tidak mudah, negara-negara maju juga ga berhasil

·        Bahkan otoritarianisme relatif berhasil menangani masy majemuk, sebaliknya demokrasi selalu sulit menangan masy majemuk.

·        Kemajemukan + karaketr masyarakat pasca kolonial = menjadikan Indonesia semakin rumit. Globalisasi juga menambah kerumitan.

·         Secara antropologis = kemajemukan Indonesia berasal dari faktor genetis.

·        Sebenarnya, KESAMAANNYA kita lebih banyak, namun kita senang melihat PERBEDAAN antar kita. Parahnya, kategorisasi yang dibuat masyarakat asal jadi, liar.

·        Misalnya = Jawa dan Sunda sama 99%, tapi tetap yang diperhatikan beda nya dimana.

·        Lalu bagaimana menjalan kan demokrasi dalam kondisi begini? Caranya:

.       Menemukan COMMON GROUND, yakni titik temu, titik tumpu, titik tuju yang sama. Politik harus mampu menemukan titik temu ini.

2.      Perbanyak silaturrahmi. Konektivitas.

3.      Secara insting,  dalam bergaul orang senang dengan “yang sama”. Syukur nya manusia adalah makhluk pembelajar. Yang penting hati dan fikiran terkoneksi, ga penting infsrastruktur nya. Contohnya saat Sumpah Pemuda. Saat itu kondisi padahal tidak memadai.

4.      Agar tak terjebak “keharusan-keharusan normatif”,

5.      Konektivitas butuh literasi. Butuh ruang-ruang perjumpaan, agar meraka yang berbeda bertemu. Misalnya melalui fasilitas publik.

6.      Perbanyak jaring-jaring inklusifitas, di perbankan, pelayanan publik, dll

7.      Agar konektivitas “mempertemukan” maka butuh relasi yang setara, butuh common purpose,

8.     Butuh culture nationalism = orang merayakan peristiwa-peristiwa budaya bersama

 (Pa Yudi Latif sudah mulai masuk ke strategi dan cara MEMBUMIKAN Pancasila)

 Ibu Hendri Saparini:

·        Demokrasi politik kita cukup sukses, namun demokrasi ekonomi belum. Saat ini = kemiskinan + kesenjangan. Yang rentan miskin pun masih banyak.

·        Isu strategis Indonesia emas 2045 = kesenjangan mengkonsumsi, akses ke aset produktif (lahan), pendidikan juga, dll.

·        Simpanan di bank kelompok msikin makin sedikit proporsinya.

·        Pertumbuhan ekonomi kita kecil dan melambat

·        Kita gagal membangun industri manufaktur

·        Untuk penciptaan lapangan kerja, perhatikan SDM kita yang ada

·        UKM kita belum kompetitif, belum produktif.

·        Maka untuk membumikan Pancasila:

 1.       Pasal 33 = luruskan lagi soal kepemilikan, harus dikembalikan ke negara. Agar negara mampu menangani perosalan-persoalan di atas. Tugas negara sangat besar.

2.      Institusi ekonomi kita = kita bukan negara yang tertutup

Prof Nitisastro: apa yang penting untuk pembangunan ekonomi? Teknokrat harus mampu mendaratkan / mengoperasikan berbagai gagasan-gagasan.

Prof Emil Salim:

·        Pendidikan kita rendah.

·        Inti pembangunan adalah bukan SDA, tapi bagaimana manusia-manusia nya mampu menggunakan SDA dan memanfaatkannya. Intinya human resources. Kita ketinggalan.

·        Teknologi yang berkembang saat ini baru, dan kita banyak yang buta digital.

·        Pembangunan = pada hakekatnya adalah pembangunan manusia. Manusia sebagai pelaksananya, dan yang memanfaat pembangunan tersebut.

Prof Thamrin AT:

·        Bagaimana menjadikan ide-ide ini masuk ke regulasi?

·        Sesuai Prof Magins = masukkan dalam regulasi, jalankan dalam program

·        Intelektual harus memiliki kemampuan loby politik

Daniel Murdiyarso:

·        AIPI perlu memberikan pencerahan kepada elit

·        Maka, AIPI perlu memperkuat kemampuan komunikasi, lobby dll

Amin Abdullah:

·        Belum ada koneksi sila-sila Pancasila dengan regulasi. Meski ada di regulasi beberapa nilai sila, namun Pemda misalnya belum menjalankan sesuai nilai tersebut, misalnya nilai kebebasan. Perda-Perda ga taat.

·        Ekonomi Pancasila dari para ahli selama ini (Bung Hatta dll) baru pada rumusan-rumusan yang belum operasional.

Hendri Saparini:

·        Yang bisa dilakukan untuk membumikan Ekonomi Pancasila = mengikutsertakan banyak pelaku ekonomi, misalnya BUMN jadi hub. CSR jangan berupa charity. Namun yang lebih produktif.

·       Korupsi yang terjadi saat ini lebih parah karena MEMBELOKKAN kebijakan

·       SDM kita belum cukup mampu mengelola SDA yang kita punya. Soal kemampuan dan kepemilikan.

Yudi Latif:

·       Menurun ide-ide ini ke regulasi tidak mudah.

·       Mengapa yang koruptor berpendidikan tinggi. Ya, karena mereka lah yang akses dan memiliki otoritas tinggi / kuat.

·         Sebelum dibumikan, perlu dilakukan pemetaan dulu.

Prof Indra Almanar:

·       Sistem pendidikan kita perlu perubahan mendasar dalam segala aspeknya, utamanya kurikulum.

Komen peserta:

·        Untuk membumikan nilai-nilai Pancasila, pertanyaannya apakah sudah ada kesamaan persepsi atau tafsir dari setiap sila? Jika belum ada, bagaimana mau membumikan nilai-nilai Pancasila?

·       Mahkamah Konstitusi perlu diberi wewenang baru untuk menguji kesesuaian UUD dengan Pancasila. Sebab blm semua sila dipahami secara tepat.

·        Bagaimana mencari titik temu pembumian Pancasila bagi generasi milenial dan Gen Z, krn mrk cenderung individudaisrtis

·       Kalau "membumikan" Pancasila artinya Pancasila seolah-olah ada di awan-awan atau jatuh dari langit. Padahal Pancasila itu "volkgeist" atau jiwa bangsa. Pancasila juga kepribadian bangsa. Pancasila itu harus terartikulasi dalam keseharian. Tapi masalahnya policy makers mendalangi pelanggaran Pancasila dengan "state capture corruption" alian korupsi via kebijakan, Jadi bagaimana strategi praxis yang perlu ditempuh bangsa ini?

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi dan Strategi Pengarusutamaan Ekonomi Pancasila dalam Pembangunan Ekonomi Nasional

  Abstract Pembangunan nasional yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan mengabaikan aspek pemerataan telah memic...