PENGARUSUTAMAAN EKONOMI
PANCASILA DALAM PEMBANGUNAN INKLUSIF UNTUK MENCAPAI INDONESIA EMAS 2045
Pelaksanaan FGD
Dalam rangka
pelaksanaan kegiatan Rumah Program Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi,
dan Kesejahteraan Masyarakat dengan tema Transformasi Tata Kelola Pemerintahan,
Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat Desa; maka Pusat Riset Koperasi,
Korporasi dan Ekonomi Kerakyatan - Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan,
Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat (OR TKPEKM) BRIN telah menyelenggarakan
kegiatan Diskusi Panel Ekonomi "Pengarusutamaan Ekonomi Pancasila dalam
Pembangunan Inklusif untuk Mencapai Indonesia Maju 2045". Webinar FGD
secara online dilaksanakan Hari Selasa 20 Juni 2023, dari jam 8.30 sampai 12.00
WIB.
Opening Remarks oleh Dr.
Agus Eko Nugroho, S.E., M.Appl.Econ. (Kepala Organisasi Riset Tata Kelola
Pemerintahan, Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat - BRIN). Panelis terdiri
atas 4 orang narasumber yaitu:
1.
Prof. Syarif Hidayat, M.A., Ph.D. (Peneliti Pusat Riset
Koperasi, Korporasi dan Ekonomi Kerakyatan - BRIN)
2.
Dr. Ir. Arif Budimanta, M.Sc. (Staf Khusus Presiden RI Bidang
Ekonomi/ Penulis Buku "Pancasilanomics")
3.
Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., MS., DEA. (Guru Besar
Ekonomi Politik IPB University dan Universitas Paramadina)
4.
Prof. Dr. Catur Sugiyanto, M.A. (Kepala Pusat Studi Ekonomi
Kerakyatan Universitas Gadjah Mada)
Closing Remarks
oleh Irwanda Wisnu Wardhana, S.S.T., M.P.P., Ph.D. (Kepala Pusat Riset
Koperasi, Korporasi dan Ekonomi Kerakyatan BRIN), moderator Prof. Dr. Ir.
Erizal Jamal, M.Si., wrapping diskusi oleh DR. Ir. Syahyuti Msi; serta Pembawa
Acara Fatimatuz Zahro Diah Putri Dani,
S.E., M.M. Jumlah peserta FGD tercatat 168 orang, yakni melalui zoom 125 orang dan live YouTube 43 orang. Selain live, kegiatan ini diupload
secara utuh di Youtube dengan adress berikut: https://youtube.com/live/3HKkXAh-0J0?feature=share9
Sampai dengan tanggal 3 Juli (2 minggu setelah upload) telah diakses lebih dari
6.000 orang pengunjung.
MATERI FGD
Program Riset
KKEK berupa Pengarusutamaan Ekonomi Pancasila sebagai Fundamental Values
ekonomi nasional
Sebagai pengantar diskusi, Kapus
PR KKEK menyampaikan bahwa pada hakekatnya kinerja ekonomi suatu negara sangat
bergantung kepada institusi ekonomi yang dianut negara bersangkutan, pilihan
politik, serta nilai-nilai sosial budaya nya. Kemajuan ekonomi negara Jepang
sangat dipengaruhi nilai Confucianism, Eropa nilai Renaissance, Amerika nilai
Kristiani, dan Arab dari nilai-nilai Islam. Lalu, untuk Indonesia apa?
Pusat Riset KKEK menjadikan Ekonomi
Pancasila sebagai objek studi yang telah disusun untuk sampai tahun 2026. Pada
tahap awal dilakukan penggalian pemikiran para founding fathers tentang
konsep Ekonomi Pancasila, lalu memnelusri peluang implementasinya dari
perspektif ekonomi kelembagaan. Berikutnya direncanakan untuk dilakukan studi
tentang strategi pengarusutamaan (mainstreaming) Ekonomi Pancasila dan
prioritas pada sektor-sektor strategis (industri, jasa, sumber daya alam, dll).
Berikutnya, pada tahap akhir dilakukan upaya pengarusutamaan Ekonomi Pancasila
dalam pembangunan ekonomi yang inklusif, yang salah satunya adalah melalui
harmonisasi sistem perundang-undangan.
Kepala OR TKPEKM menambahkan
bahwa penerapan Ekonomi Pancasila dapat menjadi modal berlangsungnya
transformasi ekonomi nasional secara mendasar, yang akan mencakup banyak aspek
sekaligus. Karena itu, perlu pemikiran mendalam dari kalangan akademis, yakni
bagaimana nilai-nilai Ekonomi Pancasila digali dan dipraktekkan saat ini. Perlu
dipelajari lagi rumusan Ekonomi Pancasila yang telah disusun para pemikir
terdahulu termasuk founding fathers, serta bagaimana strategi penerapannya ke
depan. Objek ini akan menjadi tema Rumah Program di OR TKEPEKM untuk tahun
2024.
Potensi Ekonomi
Pancasila sebagai Fundamental Values ekonomi nasional
Pada giliran
pertama, DR Arif Budimanta menjelaskan perbedaan mendasar antara Ekonomi
Pancasila dengan “Ekonomi Konvesional”. Pa Arif menginisiasi konsep
“Pancasilanomics” untuk diterapkan di Indonesia sebagai sistem ekonomi negara.
Lebih jauh, Pa Arif menguraikan tentang situasi ekonomi dunia, konsep dan
tujuan Ekonomi Pancasila, serta tantangan dan bagaimana strategi untuk
institusionalisasi Ekonomi Pancasila ke depan.
Sistem ekonomi
pada hakekatnya adalah sebuah konstruksi sosial. Maka, ini membutuhkan proses,
yang di dalamnya terdapat resultante berbagai kekuatan, utamanya resultante
pelaku-pelaku ekonomi yakni negara, swasta, dan individu. Dalam proses ini,
maka berlangsung setidaknya dua tahapan besar yakni: dekontruksi lalu
rekontruksi. Dalam proses ini, harus terjadi penataan distribusi sumber-sumber
kapital. Ini yang utama.
Dalam konteks
ini, maka Pa Arif dengan tegas menyebutkan bahwa Ekonomi Pancasila belum
mengalami kontruksi sosial tersebut. Untuk itu dibutuhkan riset-riset untuk
menjebol dan membangun nya. Dalam “tata ulang konfigurasi penguasaan sumber
daya ekonomi” tersebut, perlu ditetapkan tentang “harga karya” dan “harga
kerja”.
Lalu, menurut
Prof Syarif, Ekonomi Pancasila dapat dilihat pada tiga posisi, yakni sebagai
teori, politik ekonomi, atau sebagai orde ekonomi. Sebagai teori, maka Ekonomi
Pancasila belum dapat dikatakan telah berhasil menjadi sebuah teori baru.
Disampaikan pula, bahwa apa yang disampaikan panelis lain, lebih melihat Ekonomi
Pancasila sebagai politik ekonomi. Delineasi ini sangat dibutuhkan untuk
mengurai polemik tentang wacana Ekonomi Pancasila di Indonesia.
Lebih jauh, Prof Sayrif
memaparkan conceptual framework untuk memahami dan mendudukkan Ekonomi
Pancasila. Ekonomi Pancasila semestinya dapat “menjembatani” tiga aspek penting
adalam ekonomi yakni production of wealth, distribution of wealth dan
exchange of wealth; untuk mencapai apa yang disebut Adam Smith dengan the
wealth of the nation. Tentu tidak mudah bagi Ekonomi Pancasila menjadi
solusi (the solve of trade off) antara pertumbuhan dengan distribusi (equity),
antara competitivenes dan inclusivity, dan antara mekanisme pasar
dan peran negara.
Dihubungkan dengan presentasi
Prof Didin Damanhuri, mungkin Jepang (Heterodox Model) dan banyak negara Asia
berhasil menggabungkan atau mengkombinasikan pertentangan-pertentangan ini
dalam sistem ekonominya, yang dikenal di kalangan akademisi dengan “Asia Way”.
Dalam perjalannyannya,
setidaknya wacana Ekonomi Pancasila telah berlangsung dalam empat gelombang.
Gelombang pertama terjadi pada tahun 1955 an, yang merupakan perdebatan
ideologis antara DR Widjojo Nitisastro dengan Wilopo SH. Lalu, mulai tahun
1970an berlangsung pemikiran yang dipimpin DR Emil Salim yakni tesis Ekonomi
Pancasila sebagai “Ekonomi Pasar terkendali”.
Gelombang ke III terjadi dari
akhir 1970 an sampai pertengahan 1980-an, yakni Prof Mubyarto, Prof Edi Swasono
dan Prof Dawam Rahardjo yang dapat disebut sebagai membawa Ekonomi Pancasila
sebagai “ekonomi jalan tengah”. Menurut Prof Didin, pemikiran ini dapat
dikatakan “berseberangan” dengan pemikiran Arif Budimanta dalam konteks Ekonomi
Pancasila sebagai ke arah Ekonomi Sosialis (?).
Terakhir, gelombang ke IV,
berlangsung dari tahun 1988 sampai sekarang, dengan lahirnya berbagai pemikiran
baru dari misalnya DR Arif Budimanta (buku “Pancasilanomics”), Prof Ahmad
Eriyani Yustika, dan Prof Didin S. Damanhuri yang mengangkat Asia Way,
heterodox Jepang, active state, pasar, kemitraan, serta aspek religiusitas, dan
“Nusantaranomics”.
Namun demikian, untuk
Indonesia, struktur ekonomi yang harus dibangun tetap harus kembali berbasiskan
UUD 1945, yang berupaya mentransformasi struktur ekonomi dan politik kolonial
menjadi struktur ekonomi dan politik nasional. Prof Didin menjelaskan, struktur
ekonomi dan politik nasional adalah yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat
sebsar-besarnya. Untuk mencapai ini, maka sistem ekonomi yang akan dijalankan
dapat dibagi setidaknya atas dua level. Level atau aras bawah adalah apa yang
disebut sebagai “ekonomi lokal” berupa prkatek “Nusantaranomics”; sedangkan
aras tengah berupa UMKM dan koperasi (kelas menengah dan besar)
Strategi untuk
Pengarusutamaan Ekonomi Pancasila
Dalam konteks pengarusutamaan, dapat
dimaknai bahwa Ekonomi Pancasila diposisikan sebagai politik atau strategi
pembangunan. Untuk ini, menurut Prof Syarif perlunya para ahli melakukan
reaktualisasi Ekonomi Pancasila, sehingga mampu menjembatani berbagai aspek
yang “berlawanan” di atas, yakni pilihan antara pertumbuhan dan pemerataan,
antara persaingan dengan inklusifitas, serta antara mekanisme pasar dengan
intervensi pemerintah. Ini butuh kerja akademis yang tidak mudah.
Strategi pengarus utamaaan
Ekonomi Pancasila ke depan setidaknya perlu disusun di atas dua kaidah, yakni
kaidah formal dan kaidah informal. Kaidah formal adalah dengan memasukkan di
regulasi mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, Peraturan Presiden,
sampai ke Peraturan Daerah. Sedangkan kaidah informal berkenaan dengan norma agama,
norma adat istiadat dan berbagai norma lainnya.
Catatan untuk
Pengembangan Riset berkenaan Ekonomi Pancasila di BRIN
Menjadikan Ekonomi Pancasila
sebagai salah satu objek riset di BRIN jelas merupakan keputusan yang
strategis. Menurut Prof Catur, mungkin juga perlu dilakukan pengarusutamaan
riset Bidang Ekonomi Pancasila, untuk mengimbangi fakta begitu sedikitnya riset
mengenai Ekonomi Pancasila saat ini. Akan baik pula ada penugasan dengan
penekanan khusus pada BRIN atau RISTEKDIKTI untuk melakukan kolaborasi.
*****