Selasa, 26 November 2024

Bab 3. Kesejajaran Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah (draft)

Dari buku (draft): Syahyuti. 2024. Kesejajaran dan inklusifitas EKONOMI KERAKYATAN, EKONOMI PANCASILA, dan EKONOMI SYARIAH: sebuah catatan pengantar (draft 29 Agust 2024)

https://drive.google.com/file/d/1JOGyPdiVLXga2rC6hoq52djRlbp6yA6r/view?usp=sharing

Sejajar tidak berarti sama ya. EP dan ES tetap saja dua entitas yang berbeda. Keduanya memiliki banyak kesamaan,  namun keduanya juga dapat dibedakan dengan jelas: yang mana EP, yang mana ES.

Saya setuju saat ada yang mengatakan EP dan ES tidak bisa dibandingkan, karena Islam adalah agama, sedangkan Pancasila adalah ideologi. Landasan konseptualnya beda. Islam menggunakan Al-quran dan hadist, sedangkan EP pada nilai-nilai 5 sila nya. Al-quran jelas sangat tinggi, karena ia adalah kata-kata Allah langsung. Tidak dirubah, tidak dikurangi. Asli.  Maka itu, menurut Syed Nawab Haider Naqvi, pada hakekatnya sistem Ekonomi Islam berbeda degan sistem-sistem ekonomi lainnya dari segi etika [1].

Jelas pula, muatan Islam lebih luas dibandingkan Pancasila, namun terdapat titik temu dan simbiosis mutualisme antara keduanya [2]. Jika kita bertanya: siapa mempengaruhi siapa? Ya, jelaslah Ekonomi Islam yang membentuk Ekonomi Pancasila (dan sekaligus Ekonomi Kerakyatan). “Sistem ekonomi Islam berkontribusi dalam membentuk eknomi kerakyatan[3].

 

EP dan ES:  sama-sama memuat komponen sosial, moral, manusia, dan ketuhanan

 

Di bagian ini Saya menunjukkan begitu banyak tulisan yang mendukung betapa EP dan ES memiliki kesejajaran dalam banyak aspek.

Kesamaan EP dan EI adalah menekankan aspek kemanusiaan dan ketuhanan, pemenuhan kebutuhan individu dan sosial sekaligus, serta materi dan rohani secara seimbang. Tidak hanya sekedar rasio.  Ini tidak ketemu di ekonomi konvensional, klasik, neo klaisk, kapitalis, liberal, dan neo liberal. Mubyarto menyebut moralitas agama dan titah Tuhan beserta keadilan untuk kemerataan sosial dan kerakyatan.

Antara Chapra dengan Ekonomi Islam dan Mubyarto dengan Ekonomi Pancasila nya, “sepakat” bahwa ilmu ekonomi harus melibatkan aspek sosial dan moral [4]. Selaras dengan ini, pada tataran lebih luas, pembangunan harus melibatkan aspek hidup dan kehidupan manusia.

Namun demikian, salah satu titik lemah EI dan EP karena belum teruji yang diterapkan secara orisinil. EI dan ES yang diterapkan saat ini masih bercampur dengan sistem ekonomi Barat.

Titik temu antara kedua sistem ekonomi ini  mudah terlihat karena keduanya sesungguhnya memiliki prinsip dan nilai yang sama yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sikap saling tolong menolong, serta mewujudkan ekonomi yang adil dan kemaslahatan bersama.

Menurut Juhaya S. Pradja et al. (2021): dapat disimpulkan bahwa terpadat titik temu di antara nilai-nilai ekonomi Pancasila dengan nilai-nilai ekonomi Syariah yaitu: pertama, nilai ketuhanan memiliki relevansi dengan asas ilahiyah (mabda’ al-tauhid), nilai kemanusiaan memiliki relevansi dengan asas persamaan atau kesetaraan (mabda’ al-musawa), nilai persatuan memiliki relevansi dengan asas kepercayaan (mabda’ al-amanah) dan asas kejujuran dan kebenaran (mabda’ al-shidiq), nilai kerakyatan memiliki relevansi dengan asas tertulis (mabda’ al-kitabah) dan kemanfaatan dan kemaslahatan (mabda’ al-mashlahah), nilai keadilan memiliki relevansi dengan asas keadilan (mabda’ al-’adalah) dan asas ibahah (mabda’ al-ibahah). Jadi, sistem Ekonomi Pancasila dan ekonomi Syariah bukanlah dua hal yang saling beroposisi dan saling menegasikan, melainkan kesatuan yang dapat disinergikan.

Selanjutnya, Agus Salihin (2020) dalam jurnalnya “Integrasi Interkoneksi Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Islam” melihat: “secara historis, dengan hadirnya ekonomi Islam beberapa tahun terakhir memiliki banyak kesamaan dengan konstitusi ekonomi Indonesia yang tertuang dalam pasal UUD 1945, namun di sisi lain memiliki perbedaan dengan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme”.

Kesamaan konstitusi ekonomi tersebut dapat dilihat dalam pasal 33 yang mengatur asas dasar perekonomian Indonesia yang tidak menghalalkan segala cara untuk mendapat tujuan, namun harus berdasarkan pada asas kekeluargaan. Selain itu, di sisi yang sama, ekonomi Islam juga sangat mengedepankan prinsip tolong-tolong, kebersamaan, persaudaraan sebagai prinsip dalam aktivitas ekonomi.

Lalu, Muhammad Ali Akbar dan Moh. Idil Ghufron (2019) pada paper “Sinkronisasi Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Islammenunjukkan bahwa ekonomi pancasila merupakan perilaku ekonomi yang berlandaskan kepada ideologi pancasila. Ekonomi pancasila mengajarkan untuk mewujudkan keadilan sosial dalam kesejahteraan dan kemakmuran bersama dibutuhkan usaha bersama yang tercermin seperti gotong-royong.

“ ….. ekonomi pancasila merupakan sistem ekonomi yang tidak bertentangan dengan ekonomi Islam. Namun kedua sistem ini memiliki kesamaan yaitu sama-sama hendak mewujudkan kesejahteraan bersama dan keadilan sosial[5].

Hasil  studi Alnashr dan Muzayyanah (2016) menunjukkan   bahwa  antara   Ekonomi   Pancasila   menurut   Mubyarto   dan Ekonomi  Pancasila  menurut  Muhammad  Abdul  Mannan  terdapat  kesamaan dalam  hal  prinsipnya,  yaitu  prinsip  kekeluargaan  dan  persaudaraan [6].  Prinsip tersebut diaplikasikan di Indonesia dalam bentuk koperasi.

Keduanya merupakan sistem ekonomi yang mengutamakan kekeluargaan dan keadilan. Dalam hal persaingan, keduanya tidak membenarkan persaingan bebas yang membenarkan segala cara. Tetapi, mengharuskan para pelaku ekonomi untuk memperhatikan agama dan moral serta tidak merugikan orang lain dengan cara tidak dibenarkan.

Bambang Guritno et al. (2023) mengkonfirmasi ini lebih jauh:

“….kerangka ekonomi yang berlandaskan nilai-nilai Islam sangat relevan dengan prinsip-prinsip ekonomi Pancasila sebagai usaha bersama tentang hubungan dan kerja sama oleh masyarakat Indonesia” [7].

Lebih jauh, Guritno et a;. (2023), dari hasil studi kritis dengan menggali bukti dan autentisitas bagaimana Ekonomi Islam dan Pancasila serta tingkat kesejahteraan di Indonesia, mendapatkan: Ekonomi Islam sebagai solusi krisis ekonomi.

“Nilai-nilai ekonomi Islam (Ekonomi Syariah) yang bersifat universal yang berdimensi nilai-nilai luhur dalam upaya mencapai kesejahteraan ekonomi juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi Pancasil ” [8]. Penulis ini melihat implementasi Ekonomi Islam di Indonesia sebagai wujud Sistem Ekonomi Pancasila. Saya ulangi: “implementasi Ekonomi Islam sebagai wujud Sistem Ekonomi Pancasila”. Sila pertama dan kelima Pancasila merupakan nilai-nilai yang paling dekat dengan asas-asas dalam ekonomi Islam.

Pada konsep ekonomi Pancasila dan ekonomi Islam ada dua konsep ekonomi yang asas, karakteristik, dan sistemnya sesuai dengan ajaran dalam Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam. Ini “ …. dapat memperkuat keyakinan masyarakat Indonesia untuk tidak ragu dalam mengamalkan ekonomi Pancasila yang merupakan warisan luhur para founding father bangsa” [9].

 

Sukarno, Islam dan Pancasila

Saat sedang menulis draft ini, Saya dikirimin buku “Bung Karno, Islam dan Pancasila” (Ahmad Basarah, 2017) oleh satu e-commerce. Dalam buku ini dipaparkan bagaimana kontemplasi pemikiran Bung Karno yang menyintesiskan Islam dan kebangsaan sehingga melahirkan Pancasila. Pa Sukarno jelas menjadi rantai penghubung yang kuat yang menghubungkan Pancasila dengan Islam. 

Tidak mengherankan jika Pancasila dan Ekonomi Pancasila mengandung nilai-nilai Islam. Pancasila digali oleh Sukarno, Hatta, dan lain-lain yang sejatinya adalah seorang muslim. Pengetahuan, ide, dan buah hasil olah fikir mereka tak lepas dari ajaran Alquran dan Hadist. Contohnya, ketika Sukarno berpidato tentang Pancasila di gedung Chuo Sangi In [10] kala itu:.


"Jikalau memang rakyat Indonesia, rakyat yang bagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang “Islam di sini agama yang hidup berkobar-kobar di dalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu, agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin urusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan ini. Ibaratnya Badan Perwakilan Rakyat 100 orang, anggotanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya agar 60, 70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam". (buku “Tjamkan Pancasila: Pancasila Dasar Falsafah Negara”) [11].

Selanjutnya:

" …… Sesungguhnya pidatoku bahkan menyatakan bahwa aku antimonarki, karena Aku seorang Islam, aku seorang demokrat karena aku orang Islam, aku menghendaki mufakat, maka aku minta supaya tiap-tiap kepala negara, baik khalifah-khalifah maupun amirul mukminin harus dipilih oleh rakyat?" (ucapan Bung Karno kepada Cindy Adams dalam buku “Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”).

Bung Karno merenungkan tentang dasar negara sejak 16 tahun sebelum pidatonya di BPUPKI. Dasar negara yang digalinya ketika dia diasingkan ke Pulau Ende (Flores) dibentuk oleh pemikirannya tentang Islam. Saat merenung di bawah pohon suku di situ, Si Bung menyebut Ia “mendapatkan 'ilham' dari Tuhan”. Clear ya.

Lebih clear lagi:

"Aku tahu, pemikiran yang akan kusampaikan bukanlah milikku. Engkaulah yang membukakannya kepadaku. Hanya Engkaulah Yang Maha Pencipta. Engkaulah yang selalu memberi petunjuk pada setiap nafas hidupku. Ya Allah, berikan kembali petunjuk serta ilham-Mu kepadaku," kata Sukarno menceritakan doa yang dia panjatkan pada malam hari menjelang 1 Juni 1945.

Pikiran dan tindakan Sukarno tak lepas dari latar belakang kulturnya yang sinkretis. Meramu ideologi atas nama persatuan [12].

Sukarno menyadari pluralitas sebagai kondisi riel bangsa. Maka, beliau berupaya mencari titik temu nya. Beliau berusaha kooperatif dengan semua elemen, termasuk pemikiran yang beragam. Termasuk menerima Islam. Ini tentu sejalan dengan Islam itu sendiri yang juga dalam skala tertentu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakatnya. (ingat “Kalimatun sawa’ bainana wa bainahum”). Pluralitas yang dikelola dengan baik dapat menjadi rahmat karena pluralitas menumbuhkan keingintahuan, mobilitas, apresiasi, saling-pengertian, ko-eksistensi dan kolaborasi.

Istilah “kalimatun sawa’” (Ali Imran: 64) diambil dari bahasa Arab dan ada dalam Qur’an. Secara harfiah, “kalimatun sawa’” berarti “kata yang sama”, atau “kata sepakat”, atau “titik temu”. Artinya, bahwa kita dapat berdialog dan mempertemukan pandangan serta gagasan bagi berbagai anggota masyarakat dengan latar belakang. Kita sadar, bahwa pluralitas tak terelakkan, dan bahwa keragaman tak harus menjadi keseragaman.

Jadi Bapa Ibu, dengan narasi di atas, tidak mengherankan bahwa EP dan ES sejalan seiring.

 

Kesamaan dan perbedaan Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah

EP dan ES memiliki banyak kesamaan yang mendasar. Misalnya dari prinsip nya pada  keadilan sosial. Sila 5 Pancasila berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Bahkan sebagian penulis menyebut pasal kelima ini lah intinya Ekonomi Pancasila. Sementara itu, ES juga menekankan keadilan, tidak hanya  pada distribusi kekayaan bahkan semenjak ke penguasaan sumber daya ekonomi.   

Saling bantu, atau gotong royong, juga menjadi asas pokok EP dan ES. Kedua sistem ini juga bertujuan sama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Ekonomi Pancasila berusaha menciptakan kesejahteraan yang merata melalui pemerataan ekonomi dan keadilan sosial1. Ekonomi Syariah juga bertujuan untuk mencapai kesejahteraan umat dengan menghindari praktik-praktik ekonomi yang merugikan dan tidak adil [13].

Kedua sistem juga sangat menghindari praktik ekonomi yang merugikan. Ekonomi Pancasila menekankan pentingnya menghindari monopoli dan eksploitasi [14], sementara Ekonomi Syariah melarang riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian) dalam transaksi ekonomi.

” Ekonomi Pancasila dalam perspektif ekonomi syariah merupakan sistem perekonomian yang sesuai dengan ajaran Islam yaitu sama-sama bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama dengan menaruh perhatian terhadap kondisi sosial yang ada di masyarakat sekitar guna mewujudkan keadilan sosial yang merata bagi masyarakat.” [15].

“… konsep ekonomi Pancasila beserta sila-silanya tidaklah bertentangan dengan ekonomi Islam, secara substansi keduanya jelas berbeda namun esensi (hakekat) Pancasila dan Islam tidak bertentangan bahkan selaras”. Untuk Indonesia, ini paling sesuai. Keduanya diyakini mampu menjadi model untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat [16].


 

 

Perbandingan antara Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah

 

Aspek

Ekonomi Pancasila

Ekonomi Syariah

Dasar Filosofis

Berdasarkan Pancasila, khususnya sila kelima

Al-Qur’an dan Hadis,

Kepemilikan

Mengakui kepemilikan pribadi, negara, dan kolektif. Kepentingan umum diutamakan

Mengakui juga kepemilikan pribadi. Namun di dalamnya ada rezeki orang lian berupa zakat, infak, dan sedekah

Tujuan Ekonomi

Mencapai kesejahteraan sosial dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Kesejahteraan umat, melalui distribusi yang adil dan penghindaran riba

Sistem Keuangan

Inklusif. Bisa menggunakan berbagai sistem keuangan (konvensional, dll)

Harus menggunakan sistem keuangan berbasis syariah

Peran Pemerintah

Pemerintah aktif mengatur dan mengawasi kegiatan ekonomi

Pemerintah mengawasi penerapan prinsip-prinsip syariah dalam ekonomi

Strategi distribusi kekayaan

Melalui kebijakan fiskal, sosial, dll

Melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf

Etika Bisnis

Menekankan etika bisnis yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila seperti gotong royong dan keadilan

Menekankan etika bisnis yang sesuai dengan syariah, seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab sosial

 

Kesejajaran Ekonomi Syariah dan Ekonomi Kerakyatan

 

Karena EP sejajar dengan ES, lalu EK sejajar dengan EP, maka tentu EK sejajar pula dengan ES. Ketiga nya berjalan seiring.

Ekonomi Kerakyatan dan Ekonomi Syariah memiliki beberapa kesamaan yang mendasar, meskipun mereka berasal dari landasan filosofis yang berbeda. Kedua sistem ekonomi ini sama-sama menekankan pentingnya keadilan sosial, yakni melalui pemerataan dan pemberdayaan masyarakat (pada EK).

Ekonomi Kerakyatan menempatkan rakyat sebagai fokus utama dalam pembangunan ekonomi1. Ekonomi Syariah juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan ekonomi, sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Keduanya juga sepakat untuk penghindaran praktik ekonomi yang merugikan. Baik Ekonomi Kerakyatan maupun Ekonomi Syariah menolak praktik ekonomi yang merugikan masyarakat. Ekonomi Kerakyatan menekankan pentingnya menghindari monopoli dan eksploitasi, sementara Ekonomi Syariah melarang riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian) dalam transaksi ekonomi. Pada akhirnya, the end of goalnya adalah sama-sama menuju kesejahteraan masyarakat / umat. Mungkin yang agak berbeda dalam metode dan strategi mencapainya.

 

*****



[1] Wiwin Lindayanti. Sistem Ekonomi Islam dan Sistem Ekonomi Pancasila: Studi perbandingan Pandangan M Umer Chapra dan Mubyarto). Tesis. Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

[2] Wiwin Lindayanti.

[3] Wiwin Lindayanti.

[4] Wiwin Lindayanti.

[5] Juhaya S. Pradja, Ayi Yunus Rusyana, Doli Witro. 2021. Mencari Titik Temu Ekonomi Pancasila Dan Ekonomi Syariah: Refleksi Dalam Konteks Pandemi Covid-19.  Jurnal Pembumian Pancasila Volume I, Nomor 2, Desember 2021.

[6] M. S. Alnashr dan Muzayyanah Muzayyanah. 2016. Studi Komparasi Tentang Ekonomi Pancasila Dan Ekonomi Islam: Perbandingan Pemikiran Mubyarto dan Muhammad Abdul Mannan.  JIE Volume V No. 2 Oktober 2016 M. / Rajab 1437 H.

[7] Bambang Guritno et al. 2023. Culture of Islamic Economic Principles and Democracy and Welfare Based on Pancasila Ideology.  Journal of Intercultural Communication, 23(1), 2023 | PP: 55–65 https://doi.org/10.36923/jicc.v23i1.43

[8] Helza Nova Lital and Zahera Mega Utama. Implementation of Islamic Economics in Indonesia as a Form of the Pancasila Economic System. https://doi.org/10.1142/9789811272691_0003

[9] Muhammad Ali Akbar dan Moh. Idil Ghufron. Sinkronisasi Ekonomi Pancasila Dan Ekonomi Islam. DOI:  https://doi.org/10.30651/jms.v4i1.2868

[10] Chuo Sangi In merupakan lembaga yang dibentuk Sukarno, Hatta, dan kawan-kawan untuk mendapat kepercayaan Jepang. Sehingga lembaga itu menjadi semacam penasihat pemerintah militer Jepang.

[11] Bagus Prihantoro Nugroho. 2017. Pemikiran Islam Bung Karno dalam Pancasila. DetikNews. 01 Jun 2017. https://news.detik.com/berita/d-3517409/pemikiran-islam-bung-karno-dalam-pancasila.

 

[12] Rama Pratama. 2020. Sukarno dalam Pusaran Islam, Nasionalisme, dan Komunisme. 15 Jun 2020. https://historia.id/politik/articles/sukarno-dalam-pusaran-islam-nasionalisme-dan-komunisme-6kXpm

[13] Misbahul Ali. 2023. Ekonomi Pancasila dari Sudut Pandang Ekonomi Islam. ILTIZAM: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Universitas Ibrahimy Volume 1, Nomor 1, Juli 2023. https://www.researchgate.net/...

[14] Akbar, M. A., & Ghufron, M. I. (2019). Sinkronisasi Ekonomi Pancasila Dan Ekonomi Islam. Jurnal Masharif Al-Syariah: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah4(1). https://doi.org/10.30651/jms.v4i1.2868

[15] Misbahul Ali. 2023.

[16] Misbahul Ali. 2023.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi dan Strategi Pengarusutamaan Ekonomi Pancasila dalam Pembangunan Ekonomi Nasional

  Abstract Pembangunan nasional yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan mengabaikan aspek pemerataan telah memic...