Selasa, 26 November 2024

Bab 2. KRONOLOGIS dan KOMPARASI DISKURSUS “EKONOMI KERAKYATAN” DAN “EKONOMI PANCASILA" (draft)

Dari buku (draft): Syahyuti. 2024. Kesejajaran dan inklusifitas EKONOMI KERAKYATAN, EKONOMI PANCASILA, dan EKONOMI SYARIAH: sebuah catatan pengantar (draft 29 Agust 2024)

https://drive.google.com/file/d/1JOGyPdiVLXga2rC6hoq52djRlbp6yA6r/view?usp=sharing


“Ekonomi Kerakyatan” dan “Ekonomi Pancasila” dapat disebut sebagai dua konsep sistem ekonomi yang asli Indonesia. Meskipun di luar sana ada “people economy”, tapi ia tumbuh dan berkembang sendiri, tanpa ada dialog dengan perkembangan diskursus “ekonomi kerakyatan”. Jadi, mekipun jika diterjemahkan “people economy” adalah “ekonomi kerakyatan”, tapi ini dua makhluk yang berbeda. 

Diskursus yang sudah hampir satu abad ini, jika dihitung sejak 1930, namun masih sebatas konsep. Sering diomongkan para ahli, tapi belum dipraktekkan, setidaknya dalam bentuk formal. Regulasi yang menyebut ini dengan hampir tidak ada, demikian pula dalam bentuk program.

Namun sesungguhnya, praktek EK dan EP di masyarakat sudah ada sejak lama. Seorang akademisi pada acara diskusi di BPIP menyatakan bahwa: praktek ekonomi pancasila telah ada di masyarakat nusantara”. Demikian pula, riset saya di Sumatera Barat tahun 2022 menemukan bahwa dulu ekonomi kerakyatan dan ekonomi Pancasila telah dipraktekkan. Ini terlihat dari tata aturan adat dan praktek agraria pada masyarakat adat Minangkabau.

 

Ikhtiar Melahirkan Konsep (dan Teori) Ekonomi Baru

Ada tiga istilah yang satu sama lain berdekatan, namun adakalnya juga saling dipertukarkan. Ketiganya itu adalah “ekonomi rakyat”, “ekonomi kerakyatan”, dan “Ekonomi Pancasila”. Semuanya berasal dari ilmuwan Indonesia, sebagai upaya mencari bentuk konsep ekonomi alternatif yang dirasa lebih sesuai di Indonesia, dan sebagai bentuk kritik terhadap teori-teori ekonomi dari Barat.  Ekonomi Neoklasik dari Barat memang cocok untuk menumbuhkembangkan perekonomian nasional, tetapi tidak cocok atau tidak memadai untuk mencapai pemerataan dan mewujudkan keadilan sosial. Ilmuwan ekonomi hanya memahami manusia sebagai ”homo ekonomikus”, bukan sebagai ”homo moralis” atau ”homo socius”.  Ini terjadi karena ilmu ekonomi diajarkan sebagai ilmu yang super spesialistik dan matematik, sehingga sifatnya sebagai ilmu sosial menjadi hilang. Meskipun judul bab ini adalah “ekonomi kerakyatan”, namun ketiganya dibahas dalam bab ini.

Banyak kritik yang dialamatkan terhadap ilmu ekonomi. Kritik terhadap ekonomi ortodoks yang paling keras misalnya datang dari Paul Ormerod, yang menyatakan “tidak ada sebuah model ekonomi yang bisa dipakai dimana saja”. Para forecaster telah beralih ke pendekatan judgmental adjustmenst (perkiraan pribadi) dari model-model ekonomi makro lama. Lebih jauh ia menyarankan:

“Ekonomi pelu menggunakan analisis ex-post, yaitu mempelajari setelah sebuah persitiwa tejadi. Yaitu seperti paleontologi (ilmu tentang fosil), astronomi dan klimatologi; yang teorinya dibangun dari data-data yang dikumpulkan secara nyata bertahun-tahun”.

Intinya, ilmu ekonomi harus dikembangkan secara induktif. Untuk Indonesia, ini jelas sangat relevan. Karena sejarah ekonomi Indonesia memiliki keunikan tersendiri, sehingga membutuhkan bangun teori yang spesifik pula. Aspek inilah yang ditangkap oleh para ekonom Indonesia, sehingga melahirkan apa yang disebut dengan “ekonomi kerakyatan”, “ekonomi rakyat”, ataupun “ekonomi Pancasila”.

Tabel berikut menunjukkan betapa banyak yang sudah diupayakan untuk pengembangan konsep EK dan EP ini. Sudah hampir 100 tahun, jika dihitung semenjak tahun 1930.

 

Perkembangan pemikiran dan aksi tentang Ekonomi Kerakyatan dan Ekonomi Pancasila

EKONOMI KERAKYATAN (EK)

EKONOMI PANCASILA (EP)

Agustus 1930 – Bung Karno dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat: “Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan” (Indonesia Menggugat (1930, hal 31)

1931 - Bung Hatta dalam Daulat Rakyat menulis artikel berjudul “Ekonomi Rakyat dalam Bahaya

 

1945 - Gagasan awal ekonomi kerakyatan disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan. Soekarno melandasi ekonomi kerakyatan dengan asas Pancasila

1945 –Pasal 33 UUD 1945 menetapkan dasar-dasar ekonomi Indonesia yang berlandaskan pada semangat kolektivisme dan kesejahteraan sosial.

 

1965. Konsep EP pertama ditawarkan Emil Salim yakni “Ekonomi sosialise Pancasila”. Intinya adalah pentingnya peran pemerintah.

Awal Orde Baru, menerapkan ekonomi kolonial neo klasik dan neoliberal.

Berlangsung situasi: “Fobia pada Pancasila, menjadi menakutkan. EP hanya verbal dan ritual normatif saja” [1].

 

30 Juni 1966 – “Ekonomi sosialisme Pancasila”, yakni pentingnya peran kendali pemerintah (pertama disampaikan Prof Emil Salim  di Harian Kompas)

1966 – Emil Salim dalam seminar Komite Aksi Mahasiswa Indonesia. Emil Salim pertama kali mengusulkan gagasan tentang sistem ekonomi Pancasila

1967 - Dr. Emil Salim: Ekonomi Pancasila adalah  sebuah sistem ekonomi pasar untuk tetap menjunjung tinggi peranan rakyat melalui pemerintah dan menciptakan sebuah ekonomi pasar yang terkendali guna menggantikan perekonomian colonial….” 

Oktober 1977 – M Hatta dalam Seminar penjabaran Pasal 33. “Politik ekonomi untuk mewujudkan sistem ekonomi sosialis Pancasila”

 

Tahun 1979:

Prof Mubyarto: “Ekonomi Pancasila adalah ekonomi pasar yang mengacu pada Ekonomi Pancasila”

19 Mei– Saat pengukuhannya, Prof Edi S. (atau Emil Salim) menyampaikan: “Indonesai masih jauh dari sistem sosialisme Pancasila”

Emil Salim kembali membahas dan memperjelas konsep sistem ekonomi Pancasila dalam berbagai forum akademis, misalnya di majalah Prisma dan Kompas. Katanya: “EP adalah sistem ekonomi pasar dengan pengendalian pemerintah atau ekonomi pasar terkendali” (Rahadjo, 2004)

Presiden Suharto di sidang MPR: mengesahkan EP sebagai sistem perekonomian Indonesia

1980 – Konsep Sarbini tentang EK

 

Tahun 1980-1981 - paling ramai dialog nasional tentang EP, melihat gap, ide, dan juga praktek EP. Melibatkan Emil Salin, Mubyarto, Dawam Raharjo, Arif Budiman, M.Sadli, Fachri Ali, Sunario. Walujo,  Frans Seda, Syahrir, Kwik Kian Gie, dan Sri Edi Swasono.

1980. Mubyarto. SEP adalah pilar-pilar motif ekonomi, moral, sosial. Egaliter, nasionalisme ekonomi.

September 1980. Emil Salim seminar EP pada dies natalis UGM

 

Tahun 1981:

Presiden Suharto di depan sidang MPR. “Agar Ekonomi Pancasila berakar dari bumi sendiri”. (menolak ide sosialisme dalam Pancasila)

Prof Edi Swasono: “Ekonomi Pancasila adalah pandangan filsafati di bidang kehidupan ekonomi sebagai implikasi diterimanya Pancasila ….”

Terbit buku “Ekonomi Pancasila” (Penerbit:  Fakultas Ekonomi, UGM)

Suharto di depan DPR menyinggung dan menerima EP agar berakar dari bumi sendiri. Artinya, menolak ide sosilis dalam Pancasila

1981 - Mubyarto dan Boediono. Ekonomi Pancasila. Yogyakarta: BPFE

1982. Sumarkoco Sudiro dan Faymond Toruan. Mencari Bentuk Ekonomi Indonesia. Jakarta: Gramedia dan Redaksi Kompas

1982. Mubyarto: “Mora Ekonomi Pancasila”, Jakarta, Yayasan Idayu

1987. Mubyarto. Ekonomi Pancasila: Gagasan dan Kemungkinan. Jakarta: LP3ES

1996. Frida Rustiani. Pengembangan Ekonomi Rakyat Dalam Globalisasi. Jakarta: Akatiga-Yapika

1990 - Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan seminar yang menghasilkan gagasan baru tentang “Ekonomi Pancasila” sebagai teori sistem ekonomi nasional

1993 – Stadium generale kuliah Ekonomi Pancasila bagi mahasiswa UGM oleh Prof Mubyarto

1997. Buku Revrisond Baswir “Agenda Ekonomi Kerakyatan” 1997. Revrisond Baswir. Agenda ekonomi kerakyatan. Pustaka Pelajar (Firm), Institute of Development and Economic Analysis (Yogyakarta, Indonesia

1998 - Istilah “ekonomi kerakyatan” secara resmi dicantumkan dalam Ketetapan MPR yaitu Tap Ekonomi Kerakyatan No. XVI tahun 1998

1997 – Prof Mubyarto: Ekonomi Pancasila adalah suatu sistem ideal yang di dalamnya terkandung semangat usaha bersama antar pelaku ekonomi”

1997 – Presiden Suharto pada sidang MPR mengesahkan EP sebagai sistem perekonomian dunia

1998. Gunawan Sumodiningrat. Membangun Perekonomian Rakyat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

1999. Mubyarto. Reformasi Sistem Ekonomi: Dari Kapitalisme menuju Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta: Aditya Media

1997.  Mubyarto: Ekonomi Pancasila : Lintasan Lintasan Pemikiran Mubyarto. Yogyakarta: Aditya Media.

1998. Mubyarto: “Kembali Ke Ekonomi Pancasila: Pemerataan Pembangunan dan Penangulangan Kemiskinan.  Yogyak arta, Aditya Media.

2000 – Buku Mubyarto “Membangun Sistem Ekonomi”. Yogyakarta: BPFE.

2000 - Istilah Ekonomi Rakyat masuk pada berbagai produk hukum dan kebijakan, misalnya dalam UU No. 25/2000 tentang Propenas (Mubyarto, 2002)

2001 - Buku Soeharto Prawirokusumo “Ekonomi Rakyat”. Yogyakarta: BPF

2001 – Buku “Ekonomi kerakyatan dalam kancah globalisasi” oleh Noer Soetrisno.

2002 - Berdirinya Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) di UGM.

 

2002. Mubyarto dan Daniel W. Bromley. A Deuelopment Alternative for Indonesia. Yogyakarta, UGM Press.

2002 - di UGM berdiri Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP), lalu 2006 berubah menjadi Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK).

2003. Mubyarto: :Ekonani Pancasila : Landasan Pikir dan Misi Pendirian Pusat Studi Ekonomi Pancasila. Yogyakatta, BPFE

2005 - Prof Mubyarto: Ekonomi Pancasila adalah “model” yang besifat multidisplin dan transdidipliner.

2005 - Kuliah Ekstrakurikuler Ekonomi Pancasila (KEEP) di UGM 

2004 - Buku “Politik Ekonomi Kerakyatan” (Sarbini Sumawinata)

2009 - Revrisond Baswir: Ekonomi Kerakyatan Harus Dijalankan Secara Benar

2006. Berdirinya Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK) di UGM.

2016. Revrisond Baswir. Manifesto Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

 

2016 - Buku Nugroho “Teori dan Sistem Orde Ekonomi”

2017 - Buku “Sistem Ekonomi Pancasila (Edisi Kedua)” (Subiakto Tjakrawerdaja et al.).

2020 - Buku “Ekonomi Kerakyatan” (Erman Munzir dan M.

 

2020 - Arif Budimanta, buku “Pancasilanomics: Jalan Keadilan dan Kemakmuran” (2020)

2020 – Buku Didin S Damanhuri dan Ahmad Erani Yustika: “Ekonomi Pancasila dalam Pusaran Globalisasi”

2022 - Buku “Manifesto ekonomi kerakyatan” (oleh Revrisond Baswir, Pustaka Pelajar Yogyakarta).

2022 – Buku “Eksistensi Ekonomi Kerakyatan di Indonesia” (disusun para dosen pendidikan ekonomi)

2022 - Ekonomi Pancasila merupakan “Sistem Ekonomi Pancasila dapat diartikan sebagai suatu tatanan hubungan antara negara dan warga negara serta antarwarga negara dalam rangka mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan melalui kebijakan yang sejalan dengan nilai dan prinsip Pancasila”(BPIP, 2022)

2023 - Buku “Ekonomi Kerakyatan dalam Diskusi Dua Generasi (penulis: Erman Munzir dan M. Azis Syamsuddin. Buku Digital terbitan DPR RI).

2024 – Buku “Ekonomi Kerakyatan: Beradaptasi dalam Kekinian” (Wahjoedi)

2022. Buku “Sistem Ekonomi Pancasila (Edisi Keempat)” (Lestari Agusalim).

19 Okt 2022 - seminar Nilai-Nilai Ekonomi Pancasila dan Kesejahteraan

 

Kesejajaran Ekonomi Kerakyatan dengan Ekonomi Pancasila

Ekonomi Kerakyatan (EK) dan Ekonomi Pancasila (EP) memiliki kesejajaran yang kuat. Ada setidaknya enam  posisi head to head jika kedua konsep ini diadu. Entah mana yang benar.

1.      Sebagian orang menyebut keduanya sama dan sejajar belaka. EK hanya kata lain dari EP, dan sebaliknya.  Ini mungkin pendapat dari orang-orang yang malas belajar dan malas membaca.

2.      Sebagian berpendapat bahwa EK adalah semangat nya, sedangkan ekonomi Pancasila metodenya.

3.      EK adalah akarnya EP. EK lebih mendasar, karena nilai-nilai nya lah yang membentuk EP sebagai ilmu. EK juga yang menjadi dasar metode apa dan indikator apa untuk untuk menilai keberhasilan EP.

4.      EK hanya sebagai subsistem nya EP. Artinya, EK adalah bagian dari EP. EP lebih besar. Jika sudah menjalan EP, maka EK akan tercapai dengan sendirinya.

5.      EK lapangan bolanya (lokus), sedangkan EP aturan bermain bolanya. Untuk menggerakan ekoonomi yang sebagian besar pelakunya adalah rakyat, maka dibutuhkan strategi EP.

6.      EK adalah titik tolak dan tujuan yang mau dicapai, EP adalah cara mencapainya.

 

Posisi yang mungkin bisa diambil adalah sebagai saling mendukung, sebagai dua entitas dalam satu paket yang saling melengkapi. Namun, keduanya berbeda namun satu.

Ini bisa dirujuk ke tahun 1945, ketika gagasan awal ekonomi kerakyatan disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan. Dalam pidato itu, Soekarno melandasi ekonomi kerakyatan dengan asas Pancasila. Lalu, pada tahun 1980, ekonomi kerakyatan di Indonesia dikonsepkan menjadi ekonomi pancasila. Alasannya adalah adanya perkembangan nilai dan ilmu ekonomi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial ekonomi di Indonesia [2].

Maka, sistem EP dan sistem EK adalah dua kerangka kerja ekonomi, yang satu paket. Meskipun keduanya memiliki perbedaan dalam implementasi, mereka memiliki keterkaitan yang erat karena tujuan yang sama untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan ekonomi. Landasan nilai, tujuan, prinsip ekonomi, dan peran negara adalah elemen-elemen yang menghubungkan keduanya.

“Dalam sistem ekonomi Pancasila, ekonomi berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” [3].

Ekonomi Kerakyatan: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat

Referensi dan pemikiran tentang EK ini sangat banyak. Istilah “ekonomi rakyat” pertama dirintis oleh Bung Hatta, untuk menunjuk kepada sektor kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik) yang sering kali disebut sebagai sektor informal. Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) [2] menulis artikel berjudul “Ekonomi Rakyat dalam Bahaya”, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut: “Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan” [3].

Ekonomi rakyat adalah kancah kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik), yang karena merupakan kegiatan keluarga, tidak merupakan usaha formal berbadan hukum, tidak secara resmi diakui sebagai sektor ekonomi yang berperanan penting dalam perekonomian nasional. Dalam literatur ekonomi pembangunan ia disebut sektor informal, “underground economy”, atau “extralegal sector”. Belakangan, tambahan “sektor informal” ini dikritik banyak pihak. Sektor ekonomi rakyat tidak sama dengan sektor informal, karena sektor informal cenderung diartikan sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang tidak berbadan hukum yang selalu “melanggar hukum”.

Istilah “ekonomi kerakyatan” secara resmi dicantumkan dalam Ketetapan MPR yaitu Tap Ekonomi Kerakyatan No. XVI tahun 1998. Istilah ini semakin mantap ketika telah masuk pada berbagai produk hukum dan kebijakan, misalnya dalam UU No. 25/2000 tentang Propenas (Mubyarto, 2002). Namun akhir-akhir ini, istilah “ekonomi rakyat” dihindari, dan salah satu gantinya adalah dengan sebutan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang berasal dari istilah Small and Medium Enterprises (SME).

Pada prinsipnya, ekonomi kerakyatan ataupun ekonomi rakyat, adalah sistem ekonomi yang demokratis yang melibatkan seluruh kekuatan ekonomi rakyat. Ekonomi kerakyatan menunjuk pada sila ke-4 Pancasila, yang menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi Indonesia. Dalam demokrasi ekonomi Indonesia, produksi tidak hanya dikerjakan oleh sebagian warga tetapi oleh semua warga masyarakat, dan hasilnya dibagikan kepada semua anggota masyarakat secara adil dan merata (penjelasan pasal 33 UUD 1945). Artinya, ekonomi rakyat memegang kunci kemajuan ekonomi nasional di masa depan, dan sistem ekonomi Pancasila merupakan “aturan main etik” bagi semua perilaku ekonomi di semua bidang kegiatan ekonomi (Mubyarto, 2002).

Ekonomi kerakyatan adalah suatu sistem ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi: Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Ciri ekonomi kerakyatan: Produksi untuk semua (Pasala 27 ayat 2), Untuk semua (Pasal 34), Dibawah pimpinan atau kepemilikan anggota masayarakat (Pasal 2)

Ekonomi kerakyatan atau ekonomi yang berkedaulatan rakyat pada dasarnya hanyalah ungkapan lain dari demokrasi ekonomi. Secara garis besar, ada tiga ciri ekonomi kerakyatan, yakni [4]:

1.      Pertama, partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses produksi nasional.

2.      Kedua, partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil-hasil produksi nasional.

3.      Ketiga, partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut mengendalikan berlangsungnya proses produksi dan pembagian hasil-hasilnya itu.

Tekanan dalam ekonomi rakyat adalah pada kegiatan produksi - bukan konsumsi - sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan ekonomi rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas yaitu pabrik atau perusahaan. Meskipun sebagian perusahaan yang dikenal sebagai UKM (Usaha Kecil Menengah) dapat dimasukkan sebagai ekonomi rakyat, namun sebagian besar kegiatan ekonomi rakyat tidak dapat disebut sebagai ”usaha” atau ”perusahaan” (firm) seperti yang dikenal dalam ilmu ekonomi perusahaan.

Belakangan, tambahan “sektor informal” ini dikritik banyak pihak. Sektor ekonomi rakyat tidak sama dengan sektor informal, karena sektor informal cenderung diartikan sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang tidak berbadan hukum yang selalu “melanggar hukum” sehingga harus “ditindak”.

Secara umum, ekonomi rakyat adalah suatu bentuk ekonomi yang pelakunya adalah masyarakat banyak yang dicirikan dengan pemilikan sumber daya dan keterampilan yang rendah, namun harus dimanajemen secara efisien, menguntungkan, dan berdaya saing. Cirinya adalah masyarakat banyak sebagai pelakunya, bukan sebagai tenaga kerja, tapi sebagai pemilik. Karakteristik yang lain adalah harus menggunakan sumber daya ekonomi setempat, dan nilai tambahnya pun kembali kkepada masyarakat tersebut. Jadi, disini terlihat ada kandungan kemandirian, kemerataan, dan keswadayaan di dalamnya.

Ekonomi Rakyat adalah kancah kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik), yang karena merupakan kegiatan keluarga, tidak merupakan usaha formal berbadan hukum, tidak secara resmi diakui sebagai sektor ekonomi yang berperanan penting dalam perekonomian nasional. Dalam literatur ekonomi pembangunan ia disebut sektor informal, “underground economy”, atau “ekstralegal sector”.

Pada awalnya istilah “ekonomi rakyat” sudah lama muncul, namun karena dianggap berkonotasi komunis diganti menjadi “ekonomi kerakyatan”.  Istilah “ekonomi kerakyatan” secara resmi dicantumkan dalam Ketetapan MPR yaitu Tap Ekonomi Kerakyatan No. XVI tahun 1998. Istilah ini semakin mantap dengan masuk pada berbagai produk hukum dan kebijakan, misalnya dalam UU No. 25/2000 tentang Propenas [4].

Dari banyak istilah di atas, Mubyarto lebih memilih istilah “ekonomi rakyat” karena dirasa lebih jelas dan tak akan membingungkan. Penggunaan kata “rakyat” selama ini sudah dikenal misalnya dalam istilah “perkebunan rakyat”, “pertanian rakyat”, “perikanan rakyat”, dan “perumahan rakyat” [5]. Akhir-akhir ini, istilah “ekonomi rakyat” tampaknya diganti dengan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang berasal dari istilah Small and Medium Enterprises (SME).

Pada prinispnya, ekonomi kerakyatan ataupun ekonomi rakyat, yaitu sistem ekonomi yang demokratis yang melibatkan seluruh kekuatan ekonomi rakyat. Ekonomi kerakyatan menunjuk pada sila ke-4 Pancasila, yang menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi Indonesia. Dalam demokrasi ekonomi Indonesia produksi tidak hanya dikerjakan oleh sebagian warga tetapi oleh semua warga masyarakat, dan hasilnya dibagikan kepada semua anggota masyarakat secara adil dan merata (penjelasan pasal 33 UUD 194). Artinya, ekonomi rakyat memegang kunci kemajuan ekonomi nasional di masa depan, dan sistem ekonomi Pancasila merupakan “aturan main etik” bagi semua perilaku ekonomi di semua bidang kegiatan ekonomi [6].

Tekanan dalam ekonomi rakyat adalah pada kegiatan produksi, bukan konsumsi, sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan ekonomi rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas yaitu pabrik atau perusahaan. Demikian meskipun sebagian yang dikenal sebagai UKM (Usaha Kecil-Menengah) dapat dimasukkan ekonomi rakyat, namun sebagian besar kegiatan ekonomi rakyat tidak dapat disebut sebagai ”usaha” atau ”perusahaan” (firm) seperti yang dikenal dalam ilmu ekonomi perusahaan.

Tahun 1931, Bung Hatta dalam Daulat Rakyat menulis artikel berjudul “Ekonomi Rakyat dalam Bahaya” (Mubyarto, 2005). Ekonomi kerakyatan adalah sebuah konsep politik-perekonomian yang memusatkan pembangunannya pada rakyat. Koperasi sebagai medium pencapaian hasil, tanpa mengesampingkan peran ideologi “jalan tengah” antara komunisme dan liberalisme. konsep ekonomi kerakyatan sangat dipengaruhi oleh tiga jenis tradisi, yaitu tradisi Minangkabau yang merupakan asal tempat Hatta, tradisi Islam, dan tradisi Eropa.

Lalu Prof. Mubyarto melengkapinya. “Ekonomi rakyat adalah kancah kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik), yang karena merupakan kegiatan keluarga, tidak merupakan usaha formal berbadan hukum, tidak secara resmi diakui sebagai sektor ekonomi yang berperanan penting dalam perekonomian nasional”

Ikhtiar mengupas konsep ini dan mewacakan agar mendapat perhatian publik dan utamanya pengambil kebijakan masih berlangsung sampai tahun ini. Tahun 2022, terbit buku “Manifesto ekonomi kerakyatan” oleh Revrisond Baswir (Pustaka Pelajar Yogyakarta). Disbeutkan bahwa EK sebagai ungkapan lain dari demokrasi ekonomi. EK tidak bisa disamakan dengan ekonomi rakyat atau ekonomi pro-rakyat. Ekonomi kerakyatan adalah suatu ajaran atau ideologi ekonomi-politik yang menganjurkan diletakkannya kedaulatan ekonomi di tangan rakyat, bukan di tangan para pemilik modal. “Dalam ekonomi kerakyatan, maka produksi dikerjakan oleh manusia, untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Artinya, selain sebagai ajaran atau ideologi ekonomi politik, ekonomi kerakyatan sejatinya adalah sebuah sistem perekonomian utnuk menjadikan rakyat sebagai subjek dan pengendali jalannya perekonomian”.

Tahun 2023, terbit buku baru “Ekonomi Kerakyatan dalam Diskusi Dua Generasi (penulis: Erman Munzir dan M. Azis Syamsuddin. Buku Digital terbitan DPR RI). Tertulis disini: “…di antara mereka saling membutuhkan dan mencukupi apa yang dapat disediakan di kalangan masyarakat tersebut. Transaksi ini yang dikenal dengan nama Ekonomi Kerakyatan, telah jauh tumbuh sebelum ada kerajaan maupun negara, dan hingga sekarang ….”. “Ekonomi Kerakyatan ini akan ditentukan oleh dinamika politik yang dianut oleh negara tersebut, baik yang berbentuk demokrasi, sosialis ataupun komunis”.

Ekonomi Kerakyatan sebagai tandingan neoliberalisme

Menurut Revrisond Baswir, ekonomi kerakyatan adalah antitesis dari neoliberalisme. Ekonomi neoliberalisme dasarnya adalah individualisme, sementara ekonomi kerakyatan lebih kepada kemakmuran bersama [5]. Jika berdasar jumlah, 80 persen pelaku ekonomi Indonesia saat ini berada di sektor informal, yang hakekatnya dijalankan rakyat kecil.

Ekonomi kerakyatan bukan sekadar ekonomi pro-rakyat, tetapi juga harus berfungsi sebagai gerakan politik yang bertujuan untuk memerdekakan kelompok masyarakat yang terpinggirkan dalam sistem ekonomi neoliberal [6].

Lebih jauh, Mubyarto [7]menyebutkan ekonomi   kerakyatan   sangat   berbeda   dari   neoliberalisme .   Neoliberalisme,   sebagaimana dikemas oleh ordoliberalisme, adalah sebuah sistem perekonomian yang dibangun di atas tiga prinsip   sebagai   berikut:   (1)   tujuan   utama   ekonomi   neoliberal   adalah   pengembangan kebebasan  individu  untuk  bersaing  secara  bebas-sempurna  di  pasar;  (2)  kepemilikan  pribadi terhadap  faktor-faktor  produksi  diakui;  dan  (3)  pembentukan  harga  pasar  bukanlah  sesuatu yang  alami,  melainkan  hasil  dari  penertiban  pasar  yang  dilakukan  oleh  negara  melalui penerbitan undang-undang. Peranan  negara  dalam  neoliberalisme  dibatasi hanya sebagai pengatur dan penjaga bekerjanya mekanisme pasar.

Sedangkan  ekonomi  kerakyatan,  sebagaimana  dikemukakan  dalam  Pasal  33  UUD  1945, adalah  sebuah  sistem  perekonomian  yang  ditujukan  untuk  mewujudkan  kedaulatan  rakyat dalam  bidang  ekonomi.  Tiga  prinsip  dasar  ekonomi  kerakyatan  adalah: perekonomian  disusun  sebagai  usaha  bersama  berdasar  atas  azas  kekeluargaan, cabang- cabang  produksi  yang  penting  bagi  negara  dan  yang  menguasai  hajat  hidup  orang  banyak dikuasai  oleh  negara, serta bumi,  air,  dan  segala  kekayaan  yang  terkandung  didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berikut adalah perkembangan ekonomi kerakyatan di Indonesia berdasarkan periode waktu:

 


 

Perbedaan ekonomi (kapitalisme liberal) dengan ekonomi kerakyatan (menurut penganut ekonomi kerakyatan)

Ekonomi (kapitalisme liberal)

Ekonomi kerakyatan

Dalam bahasa koran sering disebut dengan istilah “ekonomi Barat”, atau “ekonomi neoklasik” untuk sebutan ilmiahnya.

Disebut juga dengan “ekonomi rakyat” atau “ekonomi Pancasila”

Memahami manusia sebagai ”homo ekonomikus”, bukan sebagai ”homo moralis” atau ”homo socius”

Memahami manusia sekaligus sebagai ”homo ekonomikus”juga ”homo moralis” dan”homo socius”

Bagus untuk mencapai pertumbuhan dan kemajuan nasional.

Bagus untuk mencapai pemerataan dan mewujudkan keadilan sosial.

Diajarkan sebagai ilmu yang super spesialistik dan matematik, sehingga sifatnya sebagai ilmu sosial menjadi hilang. Terlalu berlebihan dalam menggunakan matematika, dan seolah lupa bahwa ia adalah ilmu sosial.

Tidak memisahkan masalah ekonomi dari politik dan budaya. Indonesia yang memiliki karakter sosiobudaya yang unik membutuhkan ilmu eknomi yang sesuai.

Cirinya adalah kuatnya peran modal dan akumulasi modal, sehingga semakin besar semakin kuat. Sangat kapitalistik. Pelaku kecil akan tersingkir.

Adalah suatu bentuk ekonomi yang pelakunya adalah masyarakat banyak yang lemah, bukan sebagai tenaga kerja, tapi sebagai pemilik. Mengandalkan sumber daya ekonomi setempat, dan nilai tambahnya pun kembali kepada masyarakat setempat tersebut.

Kurang demokratis, hanya yang kuat yang akan menang. Semakin besar modal semakin efisien, sehingga semakin terdorong berkembang.

Lebih demokratis, lebih induktif, disesuaikan dengan kondisi sosiokultural masyarakat Indonesia. Memiliki kandungan kemandirian, kemerataan, dan keswadayaan di dalamnya.

Ada banyak ahlinya, yakni dari Mazhab Austria dengan tokohnya Carl Menger, Friedrich von Weiser, dan Eugen Von Bohm Bawerk; Mazhab Lausanne yaitu Leon Warlas dan Vilfredo Pareto, dan Madzab Cambridge dengan tokohnya Alfred Marshall.

Tokohnya terbatas, yakni Bung Hatta, Prof. Mubyarto, Presiden Sukarno, dan Prof. Sri Edi Swasono.

 

“Ekonomi kerakyatan” dan “People Economy

Ada dua makhluk “people’s economy” dalam literatur. Satu, memang hasil pemikiran para akademik luar yang menulis dengan berbahasa Inggris. Yang kedua, adalah tulisan-tulisan yang ditulis orang-orang Indonesia (dosen, peneliti, dll) yang menulis dalam bahasa Inggris, dan semata-mata merupakan terjemahan dari “ekonomi kerakyatan”. Jika dicermati lebih dalam, kedua frasa ini memiliki semangat dan ciri yang sama. Meskipun, Saya belum menemukan dialog antar keduanya. Monggo di cek !

Nah, di subbab ini, Saya akan membandingkan konsep “ekonomi kerakyatan” dengan “people’s economy” yang tipe pertama. Yang memang asli dari sana nya.

Konsep "people’s economy" berfokus pada penciptaan sistem ekonomi yang mengutamakan kesejahteraan dan pemberdayaan semua individu, terutama mereka yang sering terpinggirkan atau kurang beruntung. Pendekatan ini menekankan kepemilikan masyarakat, pengambilan keputusan partisipatif, dan praktik berkelanjutan [8] .

Elemen utamanya  meliputi:

1.      Kepemilikan masyarakat (community ownership). Mendorong kepemilikan lokal atas bisnis dan sumber daya untuk memastikan bahwa keuntungan dan manfaat tetap berada di dalam masyarakat.

2.      Pengambilan keputusan partisipatif (participatory decision-making). Melibatkan anggota masyarakat dalam keputusan ekonomi yang memengaruhi kehidupan mereka, mempromosikan transparansi dan akuntabilitas.

3.      Praktik berkelanjutan (sustainable practices). Memprioritaskan metode produksi dan konsumsi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk memastikan kesejahteraan jangka panjang.

4.      Keadilan ekonomi (economic justice). Menangani ketimpangan dan memastikan distribusi kekayaan dan peluang yang adil.

Beberapa organisasi, misalnya New Economy Coalition di Inggris, berupaya mencapai tujuan ini melalui pendidikan ekonomi, mendukung berbagai inisiatif ekonomi lokal, dan mengadvokasi berbagai kebijakan yang mempromosikan ekonomi yang lebih inklusif dan adil.

“The term “people economy” generally refers to an economic system that emphasizes the role of people in driving economic activities and growth”. (Istilah “people economy” secara umum mengacu pada sistem ekonomi yang menekankan peran rakyat dalam mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi). Sistem ini berfokus pada bagaimana individu dan masyarakat berkontribusi dan mendapatkan manfaat dari proses ekonomi melalui pekerjaan, konsumsi, dan interaksi sosial mereka. Kesejahteraan dan produktivitas individu merupakan hal penting bagi keberhasilan ekonomi.

Konsep ini mengedepankan aspek-aspek humanisme, yakni:

Budaya tempat kerja, yang menciptakan lingkungan yang menumbuhkan kreativitas dan produktivitas.

Teknologi, memanfaatkan perangkat untuk meningkatkan efisiensi dan hasil.

Ruang kerja fisik, desainruang yang mendukung kinerja dan kesejahteraan

 

Menurut Anthony Painter (2017) [9], sudah terlalu lama prioritas politik nasional hanya senang melihat surplus konsumen terjamin tanpa banyak pertimbangan yang lebih luas terhadap kehidupan masyarakat sebagai pekerja dan warga negara. Katanya: “What is required is a fundamental rebalancing”. Yang dibutuhkan adalah penyeimbangan ulang yang mendasar.

Disini, staf dan buruh dilihat sebagai manusia, tidak hanya sekedar tenaga kerja.  Namun, untuk mencapai ini butuh posisi politik. Yakni politik yang menempatkan status, kehidupan, dan peluang pekerja sebagai agenda politik. Satu yang diperjuangkan misalnya tentang batas jam kerja, memberi lebih banyak kekuasaan di tangan pekerja, perpanjangan hak cuti sakit, hari libur, dan upah minimum. people's economy yang modern membutuhkan dua komponen lebih lanjut, yakni pertumbuhan inklusif dan keamanan yang lebih besar. Ini untuk membantu orang mengembangkan kehidupan kerja yang lebih baik, dan pentingnya pengembangan peluang ekonomi lokal.

“New institutions such as local finance and place-based cooperatives will be required to create structures that sustainably support incomes and foster strong individual asset development. …. Inclusive growth and good work are in some ways two sides of he same coin”. (Lembaga baru seperti keuangan lokal dan koperasi berbasis tempat akan diperlukan untuk menciptakan struktur yang secara berkelanjutan mendukung pendapatan dan mendorong pengembangan aset individu yang kuat. Pertumbuhan yang inklusif dan pekerjaan yang baik dalam beberapa hal merupakan dua sisi dari mata uang yang sama).

Ada pula yang memahami dimana “…..people power to change the economy”. Prinsipnya adslah kesetaraan antara pemilik dan pekerja. We envision a world where there is no difference between ‘worker’ and ‘owner‘ [10].

Idenya seperti koperasi yang sering digaungkan Pa Hatta. “Worker-owned cooperatives – businesses that are owned and operated by their workers — are a critical strategy in building community control and community wealth”. Koperasi menjadi milik pekerja, menjadi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh para pekerjanya.

Mimpinya  adalah koperasi pekerja menciptakan lapangan kerja yang berkualitas, dijalankan secara demokratis, dan membangun kekayaan di antara mereka yang membangun nilai bisnis para pekerja. Data membuktikan, koperasi pekerja terbukti dapat ditingkatkan skalanya dan kompetitif di pasar, lebih produktif daripada perusahaan konvensional, lebih tangguh di masa krisis, dan merupakan faktor kunci dalam menghasilkan peluang ekonomi dan menumbuhkan masyarakat yang berpusat pada kesetaraan dan demokrasi [11].

 

Ekonomi Pancasila: “mengekonomikan” nilai-nilai Pancasila

Dibandingkan dengan “Ekonomi Kerakyatan”, diskursus tentang “Ekonomi Pancasila” (EP) agak lebih muda. Sepanjang yang terlacak, konsep EP pertama ditawarkan Emil Salim yakni “Ekonomi sosialise Pancasila” pada tahun 1965 (atau tahun 1967 ?).

EP telah digulirkan banyak ahli, salah satunya oleh Mubyarto tahun 1981. EP diposisikannya sebagai lawan dari konsep kapitalisme liberal. Sebagaimana diurai di depan, EK juga berada pada posisi seperti ini.

Yang jelas, key word dalam EP tentu saja Pancasila. Maka, EP pada hakekatnya adalah bagaimana 5 sila Pancasila diterapkan dalam berekonomi sehari-hari. Pada hakekatnya, sistem EP adalah sistem ekonomi pasar yang memihak pada upaya-upaya mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat. Ia memihak pada pengembangan pertanian rakyat, perkebunan rakyat, peternakan rakyat, atau perikanan rakyat. Menurut saya, lima sila Pancasila bisa dipandang sebagai sebuah sistem. Sila 1 dan 2 sebagai input, sila 3 dan 4 sebagai proses, dan terakhir sila 5 sebagai outputnya.

Jika sarinya 5 sila ini diperas dan diperas lagi, maka etika Pancasila adalah landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah gotongroyong atau kekeluargaan [12].

Secara lebih lengkap, dari sisi pandang Sri Edi Swasono misalnya, Ekonomi Pancasila adalah ekonomi yang berorintasi kepada sila-sila Pancasila dengan nilai etika sebagai berikut.

 

Sila

Nilai-nilai ekonomi Pancasila (diturunkan dari Sila Pancasila)

Etika Ekonomi Pancasila (menurut Sri Edi S.)

Satu, Ketuhanan yang Maha Esa

·         Etika yang berketuhanan

·         etika moral agama

·         bukan materialisme

Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab

·         tenggang rasa

·         kemanusiaan

·         kebenaran

·         keadilan

·         bekerjasama.

·         tidak mengenal pemerasan

Tiga, Persatuan Indonesia

·         nasionalisme

·         mengutamakan bangsa sendiri

·         mengedepankan kekeluargaan, kebersamaan

·         gotong royong, tidak saling mematikan, bantu membantu antara yang kuat dan lemah

·         nasionalisme, dan patriotisme ekonomi

Empat, Kerakyatan yang dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan perwakilan

·         mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat

·         tanggung jawab

·         ekonomi yang menggunakan hati nurani

·         tanggung jawaban moral.

·         mewujudkan demokrasi ekonomi

·         mengutamakan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak

Lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

·         kekeluargaan

·         gotong royong

·         adil

·         memberi pertolongan

·         anti pemerasan

·         tidak boros

·         bekerja keras

·         kemajuan yang merata dan berkeadilan

·         persamaan

·         kemakmuran masayarakat dijadikan tujuan utama bukan orang seorang

·         keadilan sosial (sebagai titik tolak, mekanisme pengontrol, dan tujuan pembangunan nasional)

 

Sesuai Pa Mubyarto, gagasan tentang ekonomi Pancasila muncul sebagai wujud diterimanya ideologi Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup berbangsa dan bernegara. Sistem ekonomi Pancasila didasarkan pada data-data riil ekonomi Indonesia dan tindakan pelaku-pelaku ekonomi yang moralistik, sosio-nasionalistik, dan sosio-demokratik. Ekonomi Pancasila bukanlah ekonomi normatif, tetapi ekonomi positif sekaligus normatif, karena menggambarkan secara riil perilaku nyata manusia Indonesia yang merupakan homo socius, homo ethicus, sekaligus homo economicus dalam sistem ekonomi yang berdasar atas kekeluargaan. Sesuai nilai Pancasila, dasar dari sistem ekonomi Pancasila mengedepankan gotong royong, kebersamaan, kemanusiaan, dan kekeluargaan. Pijakan nya Pancasila dan UUD 1945.

Sistem Ekonomi Pancasila mencakup kesepakatan ”aturan main etik” sebagai berikut:

Sila 1 - perilaku setiap warga negara digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral

Sila 2 - ada tekad seluruh bangsa untuk mewujudkan kemerataan nasional

 Sila 3 - nasionalisme ekonomi

Sila 4 - demokrasi Ekonomi

Sila 5 - desentralisasi dan otonomi daerah.

 

Sedikit berbeda, menurut ekonom-ekonom UGM, Ekonomi Pancasila  mengacu pada kelima silanya sebagai berikut [13]:

Sila 1 - Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral

Sila 2 - Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial

Sila 3 - Semangat nasionalisme ekonomi dalam era globalisasi,  dengan urgensi untuk terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri

Sila 4 - Demokrasi Ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan dengan eksisnya koperasi dan usaha-usaha kooperatif yang menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat

Sila 5 - Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam Sistem Ekonomi Pancasila, pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemerataan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratis yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya juga dinikmati oleh semua warga masyarakat. Dalam masyarakat Pancasila manusia dilahirkan untuk bekerjasama guna merwujudkan masyarakat yang tenteram, adil, dan makmur [14].

Dari uraian ini tampak, ekonomi kerakyatan ataupun ekonomi Pancasila adalah suatu sistem ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:

Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Perhatian kaum akademis belum surut untuk merumuskan dan mempublikasikan EP (atau EK dalam konteks tertentu). Tahun-tahun terakhir ini, misalnya konsep Prof Didin Damanhuri tentang “nusantara nomics”. Nusantaranomics diyakini akan dapat membentuk konstruksi perekonomian yang lebih tangguh ke depan. Nusantaranomics merupakan sebuah sistem ekonomi-politik yang berlandaskan ekonomi lokal, bersumber dari nilai-nilai budaya kita, dan adalah bentuk manifestasi dari sistem EP. Tiga ciri konsep Nusantaranomics adalah:

(1) Tidak ada pertentangan antara pertumbuhan dan pemerataan;

(2) Tidak ada pertentangan soal materialisme dan spiritualisme di mana nilai tradisi agama harus sejalan dengan capaian ekonomi; dan

(3) Kepedulian terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan dan memperhatikan kelestarian ekologis.

Lalu, Pa  Arif Budimanta juga menelorkan label baru yakni “pancasilanomics”. Ini adalah suatu sistem pengaturan tata laksana hubungan antara negara dan warga negara yang ditujukan untuk memajukan kemanusiaan dan peradaban. Ia akn memperkuat persatuan nasional melalui proses usaha bersama/gotong royong dengan melakukan distribusi akses ekonomi yang adil bagi seluruh warga negara yang dilandasi oleh nilai-nilai etik dan pertanggungjawaban kepada Tuhan YME (Budimanta: 2012).

Tiga corak penting dalam sistem ini aalah:

1.      Pancasila ialah jiwa atau roh dari jalannya sistem perekonomian yang berbasis kepada konstitusi.

2.      Tidak antipasar, akan tetapi, pasar dimaknai sebagai resultan relasi sosial dari kontestasi antara kekuasaan dan modal.

3.      Negara harus hadir untuk mendukung dan menopang pelaku pasar yang lemah dan terlemahkan

 

Ekonomi Pancasila sebagai Sistem Ekonomi

Mari kita lihat dulu, apa “ekonomi”, apa “sistem ekonomi” ? “Ekonomi” sebenarnya bidang yang lebih luas, bisa mikro, juga makro. Sedangkan “sistem ekonomi” yang dibahasnya lebih terbatas. Ia hanya melihat bagaimana penguasaan sumber daya, produksi, dan disrtibusinya dilakukan di satu negara.

Perbedaan antara “ekonomi” dengan “sistem ekonomi”

Aspek

Ekonomi

Sistem Ekonomi

Definisi

Sistem produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa secara keseluruhan

Kerangka kelembagaan yang memandu bagaimana sumber daya dialokasikan, produksi dilakukan, dan kekayaan didistribusikan

Ruang lingkup

Lebih luas. Mencakup semua kegiatan ekonomi, bisa di suatu wilayah, negara, atau bahkan global. Bisa mikro, bisa makro.

Umumnya hanya di satu negara. Pengaturan khusus di suatu negara (atau wilayah) yang menentukan proses dan hasil ekonomi

Komponen

rumah tangga, bisnis, pemerintah, perdagangan internasional, dll

Meliputi lembaga, hukum, kebijakan, dan mekanisme pasar

Examples

Market economy, command economy, mixed economy, dll.

Capitalism, socialism, communism, dll.

Nah, dari penelusuran Saya yang masih fast reading, para penulis sering tidak tegas, apakah sedang menyebut “ekonomi Pancasila” (EP) atau “Sistem Ekonomi Pancasila” (SEP). Sering bolak balik.

Contoh, Mubyarto (2003) menyebut bahwa (SEP) adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila. Beda dengan sistem yang lain, pada SEP pemerintah dan masyarakat memihak pada (kepentingan) ekonomi rakyat sehingga terwujud kemerataan sosial dalam kemakmuran dan kesejahteraan. Inilah sistem ekonomi kerakyatan yang demokratis yang melibatkan semua orang dalam proses produksi dan hasilnya juga dinikmati oleh semua warga masyarakat. (Lihat ya disini EP dan EK dijadikan satu tarikan nafas).

Mubyarto (…..) secara tegas menyebut bahwa EP adalah lawan dari konsep kapitalisme liberal. Menurutnya, adalah keliru memisahkan masalah ekonomi dari politik dan budaya. Kritis moneter, misalnya, tak cukup hanya diterangkan dari sisi ekonomi saja. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mungkin sudah menggembirakan dari sisi ekonomi, namun belum memperhitungkan apakah di dalamnya ada kesenjangan, inefisiensi, dan lain-lain. Mubyarto melihat bahwa ekonomi ortodoks (atau ekonomi neoklasik) terlalu berlebihan dalam menggunakan matematika, dan seolah lupa bahwa ia adalah ilmu sosial. Ia mengajukan “ekonomi kelembagaan”, “ekonomi moral”, “ilmu sosial-ekonomi” atau “sosionomi” sebagai alternatif dan perangkat untuk mengembangkan ilmu ekonomi  yang lebih tepat Indonesia.

Pada hakekatnya, SEP adalah sistem ekonomi pasar yang memihak pada upaya-upaya pewujudan keadilan sosial bagi rakyat. Ia memihak pada pengembangan pertanian rakyat, perkebunan rakyat, peternakan rakyat, atau perikanan rakyat. Pertanian yang berperspektif Pancasila memihak pada kebijakan untuk pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan petani. SEP adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila [15].

Mubyarto dan Boediono (…..) mengemukaan perbedaan ekonomi Pancasila dengan sistem ekonomi lainnya, yaitu:

1.      Asas kekeluargaan dan prinsip harmoni, harus selalu menjadi asas dari beroperasinya perusahaan swasta dan negara.

2.      Sistem intensif akan beroperasi dalam dasar nilai sosial dan agama.

3.      Prinsip egalitarian mendorong persamaan sosial yang lebih hebat akan menjadi prioritas utama dimana baik kaya maupun miskin mempunyai hak yang sama.

4.      Penciptaan ekonomi nasional yang kuat dimana pemerintah juga harus melihat kegiatan ekonomi domestik. Terakhir, keseimbangan akan ditemukan antara desentralisasi dari keputusan ekonomi dan perencanaan negara yang kuat.

BPIP (2022) juga memiliki rumusan baru tentang SEP ini. Disebutkan bahwa “Sistem Ekonomi Pancasila dapat diartikan sebagai suatu tatanan hubungan antara negara dan warga negara serta antarwarga negara dalam rangka mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan melalui kebijakan yang sejalan dengan nilai dan prinsip Pancasila’.

 

Ekonomi Pancasila menurut Emil Salim vs Mubyarto

Salah satu debat yang agak hangat terjadi antara Pa Emil Salim dan Pa Mubyarto. Menurut Pa Emil, ekonomi Pancasila adalah gagasan mengenai sistem perekonomian atau politik perekonomian. Jadi, EP sebagai pendekatan politik, bukan keilmuan. Ekonomi pancasila merupakan ekonomi sosialistis yang berakar pada adat-istiadat Indonesia (kolektivisme) dan pedoman perjuangan bangsa yang berorientasi pada kelima sila Pancasila.

Sementara menurut Pa Mubyarto, EP sebagai kritik keilmuan, yakni mengkritik teori ekonomi neoklasik. Secara tegas disebutkan: Indonesia membutuhkan sebuah teori ekonomi baru.

Dalam penjelasan Mubyarto [16], ekonomi Pancasila selengkapnya adalah:

Sila 1 - bermakna bahwa roda ekonomi digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral.

Sila 2 - adalah kehendak untuk mewujudkan kemerataan sosial (egalitarian) sesuai dengan asa kemanusiaan.

Sila 3 - nasionalime menjiwai ekonomi.

Sila 4 - koperasi adalah soko guru, bentuk konkret dari usaha bersama.

Sila 5 - imbangan perencanaan di atas dan desentralisasi.

 

Emil Salim [17] memberikan ciri-ciri ekonomi Pancasila dalam perannya sebagai pembangunan ekonomi.

  1. Usaha negara maupun swasta tumbuh berdampingan tanpa dominasi salah satu untuk menghindarkan monopoli atau oligopoli dan perekonomian tumbuh dengan sehat.
  2. Sistem ekonomi Pancasila didasarkan pada asas kekeluargaan tidak berdasarkan dominasi modal atau dominasi buruh.
  3. Masyarakat menjadi pemegang peranan sentral tidak lagi individual, tekanan individu harus serasi dengan kepentingan masyarakat.
  4. Negara memiliki hak menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam negara tersebut akan tetapi harus berdasarkan konteks pelaksanaan hak dan kewajiban negara sebagai pemilik, pengatur, perencana, pelaksana dan pengawas.

Beberapa point perbandingannya. Menurut Emil Salim [18], EP adalah Sistem ekonomi yang memadukan ideologi konstitusional Indonesia dengan sistem ekonomi campuran, yang menekankan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan. Pemerintah berperan sebagai pengatur dan fasilitator. Sementara Mubyarto [19] lebih menekankan pada moralitas dan etika dalam kegiatan ekonomi. Disini pemerintah berperan aktif dalam mengarahkan dan mengawasi kegiatan ekonomi.

 

Ekonomi Pancasila Sebagai Ilmu Ekonomi Kelembagaan

Ilmu ekonomi (klasik) yang dianggap lahir tahun 1776 dengan terbutnya buku Adam “Smith Wealth of Nations”. ilmu ekonomi Neoklasik yang lahir 1 abad kemudian (1890) melalui penerbitan Principles of Economics oleh Alfred Marshall. Keduanya, klasik dan neo kalsik, telah beberapa kali digoyang.

Tahun 1936, J.M. Keynes melalui buku “The General Theory (of Employment, Interest, and Money), “memproklamasikan” lahirnya ilmu ekonomi modern. Dalam buku ini semua teori Klasik-Neoklasik yang dianggap benar selama 150 tahun dinyatakan “masuk kotak”, karena penerapannya terlalu khusus. Namun, “revolusi Keynes” ini ternyata hanya berjalan singkat [20].

Lalu, tahun 1994 terbit buku “Matinya Ilmu Ekonomi” (The Death of Economics, Paul Ormerod), kemudian disusul Debunking Economics (menghilangkan kepalsuan ilmu ekonomi) oleh Steve Keen dari Australia (2001). Namun, ekonomi klasik dan neoklasik ini, tetap anteng. Tak tergoyahkan.

Ajaran mendasar teori ekonomi Neoklasik tentang kebebasan pasar tetapi dengan campur tangan pemerintah dalam perekonomian yang makin kecil (liberalisasi dan privatisasi), kembali menguat melalui “Konsensus Washington” (1989) dan kebangkrutan paham sosialisme/komunisme Uni Soviet dan Eropa Timur tahun-tahun 1989-91.

Nah, dalam kondisi kebatinan demikian, Ekonomi Pancasila diyakni memberi harapan baru. Ini dianggap satu bentuk ekonomi kelembagaan.

Istilah “Ekonomi Pancasila” baru muncul pada tahun 1967 dalam suatu artikel  Dr. Emil Salim. Ini menjadi lebih jelas ketika pada tahun 1979,  Emil Salim membahas kembali yang dimaksud dengan “Ekonomi Pancasila”. Pada pokoknya “Ekonomi Pancasila” adalah suatu konsep kebijaksanaan ekonomi, setelah mengalami pergerakan seperti bandul jam dari kiri ke kanan, hingga mencapai  titik keseimbangan. Kekanan artinya bebas mengikuti aturan pasar, sedangkan ke kiri artinya mengalami intervensi negara dalam bentuk perencanaan memusat. “Secara sederhana Ekonomi Pancasila dapat disebut sebagai sebuah  sistem ekonomi pasar dengan pengendalian pemerintah atau ‘ekonomi pasar terkendali’” [21]

Pendekatan filsafat ilmu terhadap Ekonomi Pancasila, menghendaki tiga tahap pembahasan. Pertama adalah pembahasan ontologis mengenai keperiadaan “Ekonomi Pancasila”. Kedua, pembahasan epistemologis yang menjawab pertanyaan bagaimana memahami Ekonomi Pancasila itu dan bagaimana cara kerjanya. Ketiga adalah pembahasan aksiologis yang mempertanyakan hasil atau kondisi ideal yang dihasilkan oleh proses pembentukan Ekonomi Pancasila [22].

Ilmu ekonomi Pancasila lahir bersamaan dengan keyakinan adanya kekeliruan fatal ilmu ekonomi konvensional.

Kiranya jelas dari kasus ini bahwa setiap masalah sosial tidak mungkin didekati secara monodisiplin karena di dalam setiap masalah selalu ada berbagai faktor yang bekerja serentak. Dan ilmu ekonomi yang semakin menjauhkan diri dari sumbernya yaitu ilmu sosial, pasti menghadapi kesulitan. Nasehat-nasehat pakar ekonomi yang terlalu spesialistis (monodisiplin) tidak akan realistis, lebih-lebih jika analisis-analisisnya makin banyak menggunakan matematika [23].

Ekonomi Pancasila sebagai Ilmu Ekonomi Kelembagaan. Ekonom kelembagaan adalah bahwa kelangkaan tidak hanya menimbulkan kernturglinan teriadinya Pertentangan, tetaPl f uga bisa benpa ("irk ") tindatsn kolektif (collective action) png menrbangun tatanan berdasar hubungan saling ketergantnngan. (Paper “Ekononi Pancasila: Renungan Satu Tahun Pustep UGM. Desember 2003)

Pendekatan filsafat ilmu terhadap Ekonomi Pancasila, menghendaki tiga tahap pembahasan. Pertama adalah pembahasan ontologis mengenai keperiadaan “Ekonomi Pancasila”. Kedua, pembahasan epistemologis yang menjawab pertanyaan bagaimana memahami Ekonomi Pancasila itu dan bagaimana cara kerjanya. Ketiga adalah pembahasan aksiologis yang mempertanyakan hasil atau kondisi ideal yang dihasilkan oleh proses pembentukan Ekonomi Pancasila

Sesuai Mubyarto (2005) Ilmu Ekonomi Pancasila adalah ilmu ekonomi kelembagaan (institutional economics) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan Pancasila sebagai ideologi negara, yang ke-5 silanya, secara utuh maupun sendiri-sendiri, menjadi rujukan setiap pelaku ekonomi orang Indonesia.

 

Indikator Ekonomi Pancasila

Kita bermimpi, mungkin suatu saat kita bisa menyusun “Indeks Penerapan Ekonomi Pancasila”. Indeks pada hakekatnya adalah wujud matang dari sebuah bidang ilmu. Melalui indeks kita lebih presisi untuk melihat bagaimana perkembangan nya, di titik mana yang lemah dimana yang kuat, dan dengan mudah menjadi tahu bagian mana yang harus di treatment. Berikut disampaikan beberapa indikator yang berpotensi dikembangkan menjadi variabel untuk menyusun indeks EP tersebut.

Aspek dan indikator dalam Ekonomi Pancasila

 

SILA

ASPEK

INDIKATOR

Satu

Etika

·     Kolektivisme religius

·     Kekeluargaan

Dua

Kemanusiaan

·     Demokrasi ekonomi (rakyat sebagai subjek yang berdaulat)

·     Emansipasi, partisipasi

Tiga

nasionalisme

·     Persaingan dalam perspektif Ekonomi Pancasila

·     Azas kekeluargaan, tidak anti pereknomian individu

Empat

Kerakyatan/demokrasi

·     Ekonomi berdikari. Pengelolaan SDA berdasar Pancasila

·     Kedaulatan negara atas sumber-sumber penting ekonomi. Kedaulatan negara

Lima

Keadilan sosial

·     Pembangunan berkeadilan sosial

·     Karakteristik, posisi, peran, dan tugas negara

 

Sebagaimana semua ahli menyebutkan, EP atau SEP adalah sebuah sistem unik yang hanya dimiliki oleh Indonesia. Sistem ini tidak menggunakan asumsi ceteris paribus, akan tetapi mempertimbangakan asas-asas dalam Pancasila yaitu, etika, kemanusiaan, nasionalisme, kerakyatan, dan keadilan sosial. Disamping itu juga harus mempertimbangkan asas kekeluargaan dan kemasyarakatan sebgaimana terkandung dalam UUD 1945. Pengembangan dalam SEP akan berdasar pada pelaku-pelaku ekonomi rakyat.

Apa wujud ekonomi kerakyatan? Contoh yang sederhana adalah “koperasi”. Dalam SEP, perkoperasian yang ruh nya asas kekeluargaan, merupakan soko guru perkonomian bangsa. Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomis dan juga dipertimbangkan oleh pertimbangan sosial moral. Pemerataan sebagai perwujudan solidaritas dan nasionalisme. Kekayaan alam dikuasai oleh negara akan tetapi peranan negara tidak dominan.

SEP tidak anti pertumbuhan, namun dijalankan dengan prinsip “bersaing dan bersanding”, efisiensi yang berkeadilan. Jika dipolemikkan antara “maju dan adil” atau “pemerataan atau pertumbuhan”; maka SEP memilih “pemerataan untuk pertumbuhan”. Pemertaan di depan, baru pertumbuhan. Sebab, jika tidak demikian, akan berpotensi konflik [24].

 

Kesejajaran Ekonomi Pancasila dengan Konsep Keagrariaan Tanah Ulayat

Karena Pancasila digali dan lahir dari bumi Indonesia, maka tidak aneh jika jejaknya dengan mudah kita temukan. Riset Saya dan tim tahun 2022 menemukan kesejajaran antara nilai-nilai Pancasila dengan adat di Suku Minangkabau, demikian pula kesejajaran antara Ekonomi Pancasila dengan sistem tanah ulayat.

Riset dimaksud berjudul “Pengembangan Parameter dan Strategi Penerapan Ekonomi Pancasila” dilakukan Sumatera Barat. Kami melihat adanya kesejajaran yang kuat antara adat Minangkabau dengan Nilai-nilai Pancasila. Misalnya adalah nilai “adat nan basandi syarak, syarak basandi kitabullah (sejajar dengan Sila 1), Tanah ulayat tidak ekslusif untuk masyarakat asli Sumtera Barat (Sila 3), penyelesaian sengketa melalui “bajanjang naiak batanggo turun (sila 4), dan tanah ulayat nagai dapat “turun status” menjadi ulayat kaum dan suku.

Lebih jauh, juga terlihat kesejajaran sistem ulayat dengan ekonomi pancasila. Ini terlihat dari:

1.      Adat menjamin penghidupan komunitas melalui nilai “ganggam bauntuak (genggam diberi), hiduik bapadok (orang hidup mesti punya kerjaan), padang (ahan luas) bamasiang (sejenis tanaman)”

2.      Penerapan nilai “basako bapusako”. Artinya, setiap kaum mesti memiliki kekayaan immateril (mies. Gelar penghulu) dan juga materil (tanah, dll)

 

Karena itu, benarlah kata seorang pengamat, betapa pemikiran Bung Hatta saat merumuskan Ekonomi Kerakyatan lahir dari pengalaman hidupnya di  masyarakat Minangkabau. Dan sangat mungkin, jika riset ini dilanjutkan pada suku-suku lain, akan ditemukan hal yang sama, meskipun tentu menggunakan istilah dan bahasa yang berbeda.

*******



[1] Riza Orimahendra, St. Tri guntur Narwaya, FX Sugiyanto. 2023. Buku Sistem Ekonomi Pancasila: Melacak jejak dan Strategi Implementasi. Penerbit: Empatdua Media.

[2] D. Damanik et al. 2021. Karim, Abdul, ed. Sistem Ekonomi Indonesia (PDF). Yayasan Kita Menulis. hlm. 37. ISBN 978-623-342-072-3.

[3] Sistem Ekonomi Pancasila. 22 October 2019. https://dek.feb.ugm.ac.id/2019/10/22/sistem-ekonomi-pancasila/

[4] Revrisond Baswir. 2024. Peluang dan Tantangan Pengamalan Pancasila Dalam Bidang Ekonomi. Pancasila: Jurnal Keindonesiaan. Vol 4 Issue 1, April 2024. DOI: /10.52738/pjk.v4ix.523

[5] Revrisond Baswir: Ekonomi Kerakyatan Harus Dijalankan Secara Benar. Detail. 28 Mei 2009. https://feb.ugm.ac.id/

[6] Revrisond Baswir. 2016. Manifesto Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Dan, Revrisond Baswir. 1997. Agenda ekonomi kerakyatan. Pustaka Pelajar (Firm), Institute of Development and Economic Analysis, Yogyakarta.

[7] Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.

[8] Pathways to people’s economy. https://peopleseconomy.org/ dan People’s economy. https://peopleseconomyuk.org/

[9] Anthony Painter. 2017. Foundations of a people's economy. Blog 11 Jul 2017. https://www.thersa.org/blog/2017/07/foundations-of-a-peoples-economy

[12] Mubyarto. 2003. Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila Di Tengah Praktek Liberalisasi Ekonomi di Indonesia. Makalah Kuliah Umum Ekonomi Pancasila di Universitas Negeri Semarang (UNNES), Semarang, 9 Januari 2003.

[13] Mubyarto. 2002. Ekonomi Pancasila. Yogyakarta, BPFE-UGM

[14] Paper “Ekononi Pancasila: Renungan Satu Tahun Pustep UGM”. Desember 2003.

[15] Mubyarto. 2003. Pelaksanaan Sistem Ekonomi Pancasila Di Tengah Praktek Liberalisasi Ekonomi di Indonesia. Makalah Kuliah Umum Ekonomi Pancasila di Universitas Negeri Semarang (UNNES), Semarang, 9 Januari 2003.

[16] Awan Sentosa. Warisan Pemikiran Mubyarto: Sebuah Pengantar. Direktur Mubyarto Institute. https://psp.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/247/2021/09/Warisan-Pemikiran-Mubyarto.pdf

[17] Sistem Ekonomi Pancasila. https://dek.feb.ugm.ac.id/2019/10/22/sistem-ekonomi-pancasila/

[18] Tarli Nugroho. Ekonomi Pancasila: Refleksi setelah Tiga Dekade

https://www.academia.edu/1500041/Ekonomi_Pancasila_Refleksi_setelah_Tiga_Dekade

[19] Sistem Ekonomi Pancasila. https://dek.feb.ugm.ac.id/2019/10/22/sistem-ekonomi-pancasila/

[20] Mubyarto. 2005. Lahirnya Ekonomi Pancasila. Guru Besar FE-UGM Yogyakarta, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM. 5 April 2005. https://ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/?p=2239

[21] Dawam Rahardjo. 2004. Ekonomi Pancasila Dalam Tinjauan Filsafat Ilmu. 6 Januari 2004. https://ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/?p=2210

[22] Dawam Rahardjo. 2004.

[23] Mubyarto. 2005. Lahirnya Ekonomi Pancasila. Guru Besar FE-UGM Yogyakarta, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM. 5 April 2005. https://ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/?p=2239

[24] Saya kutip dari diskusi intensif bersama pakar EP oleh BPIP, Juni 2024 di Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Urgensi dan Strategi Pengarusutamaan Ekonomi Pancasila dalam Pembangunan Ekonomi Nasional

  Abstract Pembangunan nasional yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan mengabaikan aspek pemerataan telah memic...