Sumber: buku (draft) Syahyuti. 2024. Kesejajaran dan inklusifitas EKONOMI KERAKYATAN, EKONOMI PANCASILA, dan EKONOMI SYARIAH: sebuah catatan pengantar (draft 29 Agust 2024)
https://drive.google.com/file/d/1JOGyPdiVLXga2rC6hoq52djRlbp6yA6r/view?usp=sharing
Latar
belakang
Dengan
intensitas yang naik turun, jagad akademis nasional sering membicarakan tiga
konsep ekonomi (sistem ekonomi) berikut yakni: “Ekonomi Kerakyatan” (EK),
“Ekonomi Pancasila” (EP), dan “ Ekonomi Syariah” (ES). Dua yang pertama adalah
asli bikinan pemikir dan ahli-ahli Indonesia. Namun, sampai saat ini, kalau
boleh saya katakan, secara konsep, teori dan praktek masih berada di pinggiran.
Menurut Bapa
Dawam Rahardjo [1], Ekonomi Islam dan Ekonomi Syari’ah ini sudah
lebih jauh berkembang dibanding dengan pemikiran tentang sistem Ekonomi
Pancasila. Ekonomi Syari’ah ini sudah menghasilkan buku bacaan dan buku-buku
teks. Teori-teorinya sudah diajarkan diperguruan tinggi terkemuka di dunia
seperti Universitas Harvard, AS, Universitas Oxford di Inggris dan
Universitas Wolongong di Australia. Lembaga ekonomi syari’ah juga sudah
beroperasi dalam perekonomian berbagai negara Islam dan non-Islam yang tidak
diikuti oleh kaum Muslim saja, tetapi juga non-Muslim, secara perorangan maupun
kelembagaan.
Banyak
penyebab nya. Mungkin karena kita terbiasa berpuas diri hanya menjadi konsumen
ilmu saja. Atau terlalu berrendah hati: “apalah kita ini ….”. Ga percaya
bahwa kita pun bisa menciptakan konsep dan teori baru, bahkan ilmu baru.
Mungkin ini semacam syndrome juga
ya. Sindrom orang pinggiran.
Searching
cepat melalui Scopus saya menemukan artikel yang memuat frasa “Ekonomi
Pancasila” hanya ada 4 dokumen. Di antaranya adalah “The Politics of Ekonomi Pancasila: Some
Reflections On A Recent Debate”
oleh Indonesianis William Liddle, dan “The Economics of Ekonomi Pancasila”
oleh Peter McCawley.
Keduanya ada di jurnal Bulletin of Indonesian Economic Studies.
Sementara, artikel yang memuat “ekonomi kerakyatan” hanya ada satu artikel
sejauh ini di Scopus.
Dari
perjalanan pendek saya menjadi civitas yang mengawal ketiga objek ini,
ditemukan kesejajaran antara ketiga nya yang mungkin bisa disebut sebagai
“Kearifan Timur”. Beberapa penulis melihat betapa ini bisa menjadi satu
alternatif atau third way dari kontestasi pemikiran sistem ekonomi dunia
yang berada pada garis bipolar “kapaitalisma ke sosialisme”.
Diskursus
akademis di Indonesia tentang EK dan EP setidaknya, sebagaimana nanti
disampaikan di belakang, katanya belum
tuntas. Namun demikian, konon saat ini sedang ada yang menginisiasi pengajuan
“RUU Sistem Ekonomi Pancasila” ke legislatif. Namun, setelah Saya cek per
Agustus tahun 2024 ini, RUU dimaksud belum masuk list Prolegnas yang terdiri
atas 47 RUU.
Ga ada
salahnya kita terus dan terus menyuarakan tentang sistem ekonomi untuk
Indonesia. Diskursus tentang sistem eknomi di dunia memang juga tidak berhenti
pada dua kutub klasik kapitalis lawan sosialis. Faktanya, tahun 1990 an
muncul market sosialisme di
China, new sosialisme di negara Amerika Latin, dan Welfare State
di Eropa Utara. Tahun 1980 an muncul model yang heterodox di Jepang dan
dilanjutkan bentuk-bentuk sistem yang tergolong Asia ways, dengan
masuknya unsur tradisi dan agama [2].
Banyak memang
sistem ekonomi. Jika berdasar alokasi sumber daya, kita mengenal market
economy, mixed economy, planned ecnomy, dll. Berdasar means of
production nya ada sistem kapitalis, mixed, dan sosialis. Lalu berdasar
ideologi politiknya, ada asistemanarkis dan liberalisme.
Metode
Penulisan
Tentu ini materi yang berat bagi pemula seperti
Saya. Saya coba memetakan ketiga konsep ekonomi ini setidaknya sekedar sebagai
catatan saja untuk publik yang suka. Maka itu saya kasih judul “Kesejajaran
dan Inklusifitas Ekonomi Kerakyatan, Ekonomi Pancasila, dan Ekonomi Syariah:
sebuah catatan pengantar”. Hanya catatan pengantar saja !
Bahan
penulisan dari berbagai sumber, utamanya buku-buku, jurnal, riset sendiri, dan
dari internet. Saya menggunakan metode “penulisan cepat” dalam arti cepat
prosesnya, dan juga belum dalam. Jadi, boleh lah disebut ini sebagai “buku
tipis-tipis” saja.
Isi
Buku
Buku sederhana
ini hanya berisi empat bab pokok. Setelah bab Pendahuluan, Bab 2 membahas
ekonomi kerakyatan dan ekonomi Pancasila. Bagi sebagian orang mungkin ini sama,
sehingga tidak perlu dibahas. Saya sampaikan secara kronologis perkembangan
pemikirannya semenjak 1930 an sampai tahun 2024 ini, namun ga dala, hanya
sekedar mengingtakna pembaca bahwa ini dan itu sudah pernah loh dilakukan
ahlinya.
Pada Bab 3
Saya coba mengkomparasikan antara Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah. Disini
saya uraikan secara ringkas betapa banyak kesamaan dan kesejajaran, dari segi
prinsip, tujuan, dan indikatornya. Lalu Bab 4 khusus tentang ekonomi syariah
saja, utamanya pada sifat iklusifitasnya,
karena mirip-mirip banget dengan prinsip ekonomi di agama Kristen, Hindu
dan Budha. Empat agama (samawi) ini saya pilih karena menjadi agama pokok di
negeri kita.
Terakhir pada
Bab 5, adalah sedikit refleksi dan kira-kira apa yang mesti dilakukan kedepean.
Positioning kita mesti didudukkan. Di dunia pertanian misalnya, sangat
jelas antara sebutlah kubu “pro modal” dan “pro rakyat”. Yang pro modal
dibangun di atas ruh neoliberalisme dan kapitalisme yakni: agribussiness,
food security (ketahanan pangan), free trade (perdagangan bebas),
revolusi hijau. Berseberangan dengan kubu yang lebih humanis yakni: food
soveregnty (kedaulatan pangan), reforma agraria, family farming (pertanian
keluarga), fair trade (perdagangan adil), pertanian berkelanjutan, dan green
agriculture.
Kita
membutuhkan riset yang induktif-empirik, bukan hanya deduktif-logik hanya copy
paste buku-buku babon (text book) dari luar. Sedangkal analisis Saya,
maka Ekonomi Pancasila dapat menjadi “ilmu”, sedangkan Ekonomi Kerakyatan
menjadi ruh atau semangat nya. EP memiliki kecukupan syarat untuk menjadi
sebuah ilmu ekonomi. Selama ini setidaknya, EP telah digagas untuk menjadi
ilmu, bisa juga menjadi orde atau politik ekonomi. Jika EP menjadi ilmu, maka
EK dapat menjadi sistem nya, sistem Ekonomi Kerakyatan (?). Ekonomi Kerakyatan
adalah “rakyat yang berekonomi”.
Untuk topik
“Ekonomi Syariah”, bisa dikatakan ini merupakan ikhtiar Saya pribadi
melanjutkan buku (draft) sebelum ini yakni “Bertani dan Berdagang secara
Islami” [3]. Ini merupakan ajakan untuk kita semua
menginisiasi dan mengkontruksi banyak bidang ilmu yang belum “diislamkan”,
khususnya seputar dunia pertanian.
Misalnya, kita
sudah lama mengembangkan ilmu “Ekonomi Pertanian” dan juga “Ekonomi Islam”;
namun belum ada ikhtiar menyusun ilmu “Ekonomi Pertanian Islam”. Di google juga
belum ketemu “Islamic Agricultural Economy”. Diskusi Ekonomi Pangan (Food
Economy) ada walau belum banyak, sedangkan Ekonomi Pangan Islam (Islamic
Food Economy) belum ada, apalagi "Ekonomi Pangan Pokok Islam (Islamic
Staple Food Economy).
Kita sudah
lama mengembangkan ilmu “Ekonomi Islam”, juga sudah ada “food economy”;
tapi mengapa di google belum ada Islamic food economy (ekonomi pangan
islami). Juga, kita Islam (dominan),
kita sudah faham bolak balik “Sosial Ekonomi Pertanian”; nah mengapa tidak kita susun ilmu baru: “Sosial
Ekonomi Pertanian Islam” (Islamic Agricultural Socio-economic). Lebih
jauh lagi, kita banyak ahli tentang agraria, mengapa tidak kita susun “Islamic
Agrarian Reform”. Dan seterusnya. Why not lah.
*******
[1] Dawam Rahardjo. 2004. Ekonomi
Pancasila Dalam Tinjauan Filsafat Ilmu. 6 Januari 2004. https://ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/?p=2210
[2]
Ini sering diurai Bapa Prof Didin
Damanhuri, misalnya dalam Buku Ekonomi Politik Indonesia dan Antarbangsa.
[3] Syahyuti. 2021. Buku (draft) "Bertani dan Berdagang Secara Islami". https://sosekpertanianislam.blogspot.com/2020/05/daftar-isi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar